HARIANTERBIT.CO – Sesungguhnya, saya tidak mulai di Taiwan pada mulanya tentang gagasan memiliki kampung spiritual. Saya tidak memiliki kampung apa pun. Sejujurnya, ketika saya pertama mulai, saya bahkan tidak memiliki sebuah rumah.
Saya tinggal di rumah seorang murid, tapi itu setelah beberapa lama. Ketika saya pertama datang, saya hanya tinggal di vihara seperti biarawati lainnya atau pekerja vihara, membersihkan kamar mandi, membersihkan lantai bagi orang-orang yang datang dan menyembah sang Buddha. Sesudah itu, saya tidak tahu bagaimana saya menjadi terkenal; saya lupa.
Seseorang menemukan saya entah bagaimana. Ya ampun, ya! Tuhan bermain (Guru tertawa) game. Kemudian, setelah beberapa kali, saya punya beberapa murid. Ketika saya turun, saya tinggal di rumah mereka, tapi selalu berpindah-pindah.
Kadang saya tinggal di rumah ini, kadang saya tinggal di rumah yang lain. Selanjutnya, banyak sekali orang mengikuti saya. Seperti yang ingin kalian lakukan sekarang, seperti saudari dari Afrika Selatan itu yang ingin mengikuti saya; mereka mengikuti begitu saja.
Beberapa dari mereka tak punya kewajiban dengan keluarga mereka, misalnya mereka tidak menikah atau mereka tidak memiliki suami, mereka tidak memiliki istri, atau orangtua mereka berkata, “Oke, pergilah ke tempat yang engkau inginkan.
Engkau sudah dewasa.” Ada orangtua yang sangat mudah dan pengertian, ada orangtua yang sebaliknya. Jadi, mereka yang memiliki orangtua yang pengertian, mereka meninggalkan rumah dan pergi ke mana-mana bersama saya; dan di manapun saya tinggal, mereka tinggal.
Pada waktu itu, saya memakai jubah biarawan, jadi sangat mudah untuk mengikuti saya. Mereka hanya ingin menjadi biarawan dan biarawati juga, dan itu sangat mudah di Taiwan atau di Thailand. bersambung