HARIANTERBIT.CO – Kisah ini bercerita tentang persahabatan seekor monyet yg hidup di atas pohon yg tumbuh di pinggir sungai dengan seekor ikan yg hidup di sungai. Pertemanan di antara mereka sudah sangat erat, sehingga mereka banyak berbagi.
Monyet terkadang memetik buah dari atas pohon dan menjatuhkan ke dalam sungai agar bisa dinikmati temannya, dan ikan sesekali mencari kerang untuk diberikan ke monyet sebagai santapan.
Pada suatu hari, terlihat mendung di muara. Sang monyet khawatir. Awan hitam tentu akan menurunkan hujan deras, sehingga apabila terjadi banjir, bisa saja menghanyutkan dan membunuh temannya sang ikan. Ia panik sekali dan sambil berlompatan di sisi sungai, ia memanggil-manggil temannya itu.
Dalam ketegangannya, mendadak ikan muncul mendekati tepi untuk menyapa sahabatnya sebagaimana biasa. Monyet yg panik dan tegang tanpa pikir panjang langsung menyambar temannya itu dan membawanya ke atas pohon.
Hujan yg sangat lebat membuat sang monyet memeluk temannya itu dengan penuh kasih sayang.
Ketika hujan reda, sang monyet tersenyum lega. Iapun membuka pelukannya dan ternyata sang ikan telah mati.
Dalam kisah sederhana ini, selalu dimunculkan pertanyaan, siapa yg salah di antara keduanya.
Apakah monyet yg dengan penuh keikhlasan ingin menolong temannya, atau ikan yg tidak berteriak lantang bahwa ia tidak membutuhkan bantuan temannya itu?
Jadi, adakah apa yg dilakukan si monyet itu salah? Bukankah niatnya baik yaitu ingin menolong ikan tersebut? Jika salah, di manakah salahnya?
Niat si monyet memang baik, namun ia tidak memiliki ilmu untuk memahami hakikat bahwa ikan hidup di dalam air. Oleh karena itu, ilmu adalah penting sebelum melakukan sesuatu tindakan.
Kesimpulannya, niat baik saja tidak cukup untuk melakukan sesuatu tindakan, pahamilah hakikat sesuatu peristiwa. Orang bijak pernah berkata, “Memahami hakikat persoalan sama dengan menyelesaikan separuh daripada persoalan tersebut.”