HARIANTERBIT.CO – Tokoh masyarakat barat selatan, Jasman ST menilai terjadinya bentrok antar kelompok warga di Kabupaten Aceh Singkil, Selasa (13/10), bukan dipicu persoalan agama melainkan lebih kepada persoalan kesenjangan ekonomi.
“Persoalan kesenjangan ekonomi ini bagaikan ‘bom waktu’ yang sudah cukup lama dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat setempat, tapi tidak pernah terangkat ke permukaan,” kata Jasman yang juga anggota DPRK Aceh Selatan saat dihubungi di Tapaktuan, Sabtu.
Buktinya, lanjut dia, dari sekian banyak perusahaan perkebunan sawit yang ada di daerah itu, sebagian besar pekerjanya didatangkan dari luar daerah, sementara masyarakat setempat justru tidak dipakai.
Padahal, ujarnya, dengan keberadaan perusahaan-perusahaan sawit berskala besar yang beroperasi di Aceh Singkil selama ini, telah mengakibatkan semakin menyempitnya ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan bagi warga pribumi untuk mereka bercocok tanam atau membuka usaha.
Sebab, hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Singkil itu terdiri dari lahan perkebunan sawit dimana mayoritasnya dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar dari luar daerah, hanya sebagian kecil lahan yang mampu dikelola oleh masyarakat.
“Artinya bahwa hampir mayoritas masyarakat Aceh Singkil itu menggantungkan mata pencahariannya pada sektor perkebunan sawit, baik menjadi buruh di perusahaan maupun membuka kebun sendiri. Nah, ketika dalam pelaksanaan di lapangan ternyata cukup banyak masyarakat pribumi yang tidak terakomodir, ini tentu bagian dari persoalan dari banyak persoalan-persoalan lainnya yang menjadi pemicu sehingga terjadinya gejolak,” ujar legislator dari Partai Hanura ini.
Seharusnya, kata dia, persoalan kesenjangan ekonomi seperti itu segera mendapat perhatian serius untuk dicari solusi penyelesaian dari Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, bukan justru membiarkan benih-benih konflik itu tumbuh di tengah-tengah masyarakat setempat.
Selain menyoroti persoalan kesenjangan ekonomi, dia juga mempertanyakan kebenaran informasi yang sudah sangat santer diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat, baik di Aceh Singkil maupun di luar daerah, terkait perjanjian politik antara Bupati dan Wakil Bupati Aceh Singkil, Safriadi (Oyon) dan Dulmusrid saat mereka masih menjadi calon bupati dan calon wakil bupati pada Pilkada tahun 2012 dengan tokoh umat Kristiani.
“Meskipun sejauh ini saya belum berani memastikan bahwa perjanjian politik ini benar ada dibuat oleh Bupati Safriliadi saat dia masih calon bupati dengan tokoh umat Kristiani di Aceh Singkil. Tapi, jika perjanjian ini benar-benar ada, maka Bupati Aceh Singkil bisa dikatakan bahwa termasuk salah satu pihak yang telah memicu terjadinya bentrokan antar kelompok warga di Aceh Singkil,” tegas Jasman.
Sebab, kata Jasman, sebagai calon bupati dan calon wakil bupati yang apabila terpilih maka akan menjadi Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan memimpin seluruh rakyat Aceh Singkil, keputusan membuat perjanjian politik dengan tokoh umat Kristiani tersebut merupakan sebuah langkah yang sangat keliru.
“Seharusnya mereka tidak mencampur adukkan persoalan politik dengan agama, sebab agama tidak boleh dipolitisir serta diintervensi. Terkait persoalan pendirian rumah ibadah umat Kristiani di Aceh Singkil, telah ada peraturan yang mengatur tentang itu baik mengacu pada UU Pemerintah Aceh karena Provinsi Aceh ada kekhususan ataupun mengacu pada Qanun Aceh Singkil. Sejauh sesuai dengan aturan yang ada, rakyat Aceh Singkil tidak pernah melarang pendirian rumah ibadah umat agama tertentu,” tegasnya.
Atas dasar itulah, kata Jasman, pihaknya meminta kepada seluruh lapisan masyarakat khususnya tokoh-tokoh politik di luar daerah, agar tidak memberi penilaian secara sepihak terkait persoalan bentrokan antar kelompok warga di Aceh Singkil, kemudian langsung mengambil kesimpulan dengan menyalahkan kelompok tertentu.
“Sebelum berkomentar dan mengambil kesimpulan, hendaknya kami harapkan lihatlah rangkaian persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat setempat dari sejak awal secara utuh, sehingga masukan informasi yang diterimapun lengkap sesuai bukti dan fakta-fakta di lapangan,” katanya.