Wakil Ketua MUI Pusat Buya Anwar Abbas bersuara keras soal rencana kenaikan PPN 12 persen. (ist)

Setelah Muhammadiyah, MUI Desak Pemerintah Batalkan PPN 12 Persen

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Setelah melontarkan kritik dan sarannya kepada pemerintah enam hari lalu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH.Anwar Abbas kembali menyerukan agar pemerintah meninjau ulang keputusan menaikkan PPN (pajak) menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai awal bulan depan.

Dia memang tidak secara langsung menyarankan penundaan keputusan yang diberlakukan sesuai UU No 7 Tahun 2021 itu. Dia lebih banyak mempertanyakan kebijakan tersebut. “Pertanyaannya, apakah dari perspektif hukum tuntutan undang-undang itu sesuai dengan amanat konstitusi?” katanya di Jakarta, Kamis (26/12/2024)

Akhir pekan lalu, sebagai Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas minta pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. “Sebelum memberlakukan kenaikan PPN 12 persen itu, pemerintah harus memperhitungkan kondisi daya beli masyarakat,” tegasnya.

Pro-kontra rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen ini nampaknya berat sebelah. Kalangan wakil rakyat –kecuali dari PDIP– hampir seluruhnya mendukung kenaikan ini. Hal ini sejalan dengan sikap pemerintah, yang paling tidak dapat disimak melalui pernyataan langsung Menteri UMKM Maman Abdulrahman yang mengatakan kenaikan PPN tersebut tidak berpengaruh pada UMKM.

Dapat dikatakan, suara rakyat dalam menghadapi kebijakan pemerintah, malah ditolak oleh wakil-wakilnya sendiri di parlemen/DPR. “Kenaikan PPN jelas akan mendorong bagi meningkatnya biaya perusahaan dan akan menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat secara aggregat,” kata Ketua PP Muhammadiyah Buya Abbas kepada pers, pada Jumat (20/12/2024).

Abbas menegaskan perlu adanya perhitungan lagi agar tidak berpengaruh pada perekonomian masyarakat. Jika merujuk pada data di Mei 2024 sendiri kata dia, angka daya beli masyarakat sudah turun. “Sehingga kenaikan PPN tersebut sudah jelas akan menambah tergerusnya tingkat kesejahteraan masyarakat terutama mereka-mereka yang berada di lapis bawah dan menengah,” kata dia.

Wakil Ketua Umum MUI ini mempertanyakan kenaikan PPN 12 persen dari perspektif sosial ekonomi saat ini. “Apakah dari perspektif sosial ekonomi ketentuan tersebut sudah tepat atau belum untuk dilaksanakan saat ini ? Di sinilah letak masalah dan kontroversinya,” ucap Anwar.

Dia menilai, pemerintah seperti bersikeras memberlakukan kenaikan PPN 12 persen pada Januari 2025 dengan alasan sesuai dengan UU.Alasan lainnya juga seperti menginginkan adanya pembiayaan besar dari masyarakat untuk program pemerintah yang membutuhkan anggaran besar

UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpanjakan (HPP) itu memang menaikkan PPN secara bertahap,yang diatur di Pasal 7 Ayat 1-nya, yang menyebut PPN 11 persen (seperti saat ini), diberlakukan mulai 1 April 2022. Lalu, secara bertahap PPN 12 persen akan diberlakukan paling lambat mulai 1 Januari 2025. Namun undnag-undang ini juga mengatur hak diskresi pemerintah di pasal yang sama, ayat 3; yaitu tarif PPN sebagaimana diatur di ayat 1 dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Perubahan tarif PPN ini, naik atau turun dari tarif sekarang (11%) diatur melalui Peraturan Pemerintah. Artinya, jika Presiden Prabowo mau mendengar suara rakyat, dia bisa membatalkan kenaikan PPN 12 persen, atau malah menurunkan sampai minimal 5 persen. (***)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *