Prabowo Bakal Beri Lampu Hijau Usut Korupsi Honor Hakim, KPK: Tunggu Saja!

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung dan/atau gratifikasi dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Mahkamah Agung Rrepublik Indonesia (MA RI) tahun anggaran 2022-2024 sebesar Rp97 miliar mulai diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memastikan bakal memproses dan menindaklanjuti laporan Indonesia Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dengan memanggil semua pihak. “Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat), belum ada di kami. Karena belum masuk penyidikan. Jadi tunggu saja,” kata Asep Guntur Rahayu, dalam rilis yang didapat HARIANTERBIT.CO, Sabtu (12/10/2024).

Dalam laporan IPW dan TPDI, Sunarto wakil ketua MA Bidang Nonyudisial dan kawan-kawan dikualifisasi melanggar Pasal 12 huruf E dan F juncto Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi juncto Pasal 55 Ayat ke 1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pemotongan HPP tersebut dicoba diberi ‘legitimasi’ berdasarkan Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung yang terakhir Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI No 649/SEK/SK.KU1.1.3/VIII/2023 tanggal 23 Agustus 2023 tentang Perubahan Atas Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No 12/SEK/SK/II/2023 tentang Standar Biaya Honorarium Penanganan Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali bagi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Tahun Anggaran 2023 dan Nota Dinas Panitera MA No 1808/PAN/HK.00/9/2023 tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) tahun 2023, tanggal 12 September 2023.

Namun ‘legitimasi’ itu tetap tidak dapat meniadakan terpenuhinya unsur korupsi dalam kasus Pemotongan HPP tersebut. Tata cara pembagian dan/atau penyerahan dana HPP atas terlaksananya penanganan perkara yang selesai paling lama 90 hari dilakukan dengan diawali di mana Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, dalam hal ini Asep Nursobah selaku penanggung jawab HPP (kuasa pengguna anggaran) menyiapkan laporan majelis yang menyelesaikan perkara 90 hari. Kemudian mengajukan permintaan pembayaran, dan selanjutnya Bank Syariah Indonesia (BSI) selaku bank yang membayar mengirimkan sejumlah uang sebagaimana permintaan Asep Nursobah ke rekening masing-masing Hakim Agung yang berhak.

Selanjutnya sebagaimana laporan IPW dan TPDI, pada hari yang sama, BSI secara otomatis memotong dana HPP sebesar 25,95 persen dari rekening hakim agung (di luar pemotongan untuk supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi tim pendukung administrasi yudisial), yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari hakim agung, dan dikumpulkan di rekening penampungan yang dikelola oleh Asep Nursobah, sehingga patut diduga adanya pengumpulan uang dari potongan dana HPP yang diduga digunakan oleh oknum pimpinan Mahkamah Agung RI, dengan dalih untuk ‘tim pendukung teknis yudisial’, yang kemudian diduga ternyata dipakai untuk kepentingan pribadi, yang merugikan hakim agung yang berhak.

Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, adanya pemotongan dana HPP justru terkofimasi kebenarannya, berdasarkan penjelasan juru bicara Mahkamah Agung RI Suharto dalam konferensi pers di Yogyakarta pada tanggal 17 September 2024. “Saya meyakini presiden terpilih Prabowo Subanto akan mendorong KPK agar memproses dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jadi cukup alasan apabila saya meminta agar para hakim agung berhati-hati dalam memilih calon ketua MA,” tandas Sugeng.

Pemilihan Ketua MA
Berkaitan dengan itu Jerry Massie, direktur Political and Public Policy Studies (P3S), mememinta agar pemilihan ketua MA yang akan digelar tanggal 17 Oktober 2024 untuk menentukan pengganti Muhammad Syarifuddin yang akan pensiun pertengahan bulan ini harus betul-betul dapat menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas guna menjaga marwah lembaga Mahkamah Agung sebagai ‘Benteng Terakhir Pencari Keadilan’. Para hakim agung yang memiliki hak pilih agar mencegah terpilihnya calon yang berpotensi menjadi tersangka di KPK, terkait dugaan korupsi yang dilaporkan IPW dan TPDI, pekan lalu.

Kandidat ketua MA yang menyandang beban ‘distrust social’ khususnya dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang ‘potential suspect’ sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri. Demi kepentingan Mahkamah Agung, Sunarto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. “Sikap presiden terpilih Prabowo Subianto sudah jelas, ingin pengadilan kita bersih. Tidak ingin ada hakim yang mudah disogok. Untuk itu kehidupan hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA termasuk Sunarto,” ungkap Jerry. (*/rel/dade)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *