MERAJUT NUSANTARA BAKTI KOMINFO: “MASYARAKAT CAKAP DIGITAL INDONESIA MAMPU HADAPI TANTANGAN GLOBAL”

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementrian Komunikasi dan Informasi (Bakti Kominfo) menyelenggarakan kegiatan Webinar Merajut Nusantara dengan menghadirkan narasumber H Muhammad Farhan SE (anggota DPR RI Komisi 1 Fraksi NasDem), Prof Dr Henri Subiakto (guru besar Komunikasi Universitas Airlangga) dan Muhammad Anwar (koordinator JPPR DKI Jakarta) dengan tema, “Masyarakat Cakap Digital Indonesia Mampu Hadapi Tantangan Global” secara hybrid melalui aplikasi Zoom Meeting dan Live YouTube, dengan pemandu acara Henny Kurnia Ratna Sari serta dimoderatori Dedi Purnama.

Dalam pemaparannya, H Muhammad Farhan SE mengutarakan, bahwa pertumbuhan internet dipengaruhi karena adanya perkembangan dan pemanfaatan layanan digital dalam bentuk aplikasi base rata-rata seperti e-commerce. “Pemanfaatan internet di Indonesia berdasarkan data dari APJII mengungkapkan ada sembilan alasan utama seseorang menggunakan internet yaitu, mengakses media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Telegram, Line, Twitter, Instagram dan YouTube sebanyak 98,02 persen, mengakses informasi/berita sebanyak 92,21 persen, bekerja atau bersekolah dari rumah sebanyak 90,21 persen, mengakses layanan publik sebanyak 84,9 persen, menggunakan layanan e-mail sebanyak 80,7 persen, melakukan transaksi online sebanyak 79 persen, mengakses konten hiburan sebanyak 77,25 persen, mengakses transportasi online sebanyak 76,47 persen, mengakses layanan keuangan sebesar 72,32 persen,” beber Farhan, Kamis (13/10/2022), melalui rilis yang diterima HARIANTERBIT.CO.

Data-data tersebut menunjukan bawah saat ini, pemanfaatan internet sudah lebih dari sekadar alat atau sarana hiburan semata, perkembangan teknologi informasi membuat konektivitas menjadi sangat luas dalam segala hal, mulai dari bisnis, manusia, sistem, hingga perangkat atau mesin, dapat terhubung secara real time. “Hal ini pada akhirnya memaksa kita sebagai warga digital untuk wajib memiliki kemampuan untuk memahami dan menguasai penggunaan teknologi-teknologi baru (perangkat lunak/keras) dalam menunjang aktivitas sehari-hari,” ujar Farhan.

Literasi gigital dan generasi cakap digital salah satunya kemampuan literasi digital merupakan jantung bagi perkembangan ekosistem digital Indonesia ke depan. Masyarakat dituntut untuk mampu berpikir secara kreatif terutama dalam menemukan ide/gagasan dan terobosan yang baru dalam menyelesaikan sebuah masalah (problem solving). “Pentingnya kemampuan untuk memahami, mengolah, memanfaatkan dan mengomunikasikan sebuah informasi. Butuhnya keterlibatan aktif dari masyarakat khususnya generasi muda dalam gerakan literasi digital, agar memiliki ketahanan dalam arus pusaran informasi di berbagai platform digital,” ungkap Farhan.

Tren ke depan, hampir semua aktivitas kita akan berbasis digital, terlebih dengan kehadiran UU PDP yang akan mendukung terciptanya ekosistem digital Indonesia yang positif. Pentingnya membangun sarana prasarana infrastruktur internet yang merata serta menciptakan SDM yang komunikatif, adaptif dan kolaboratif (society 5.0) agar mampu menjawab tantangan global dan kemajuan teknologi di masa depan.

Pada materi kedua yang disampaikan oleh Prof Dr Henri Subiakto mengutarakan, bahwa ketika kita menggunakan internet, maka kita secara teknologi terkoneksi, secara budaya dan ekonomi kita akan terkoneksi. Artinya, dalam konteks seperti ini kalau kita sudah menggunakan internet, kita punya opportunity memanfaatkannya untuk kepentingan yang lebih luas, untuk kepentingan sosial kita akan
punya jejaring atau borderless yang luas sampai seluruh dunia. “Kita jga bisa mengembangkan bisnis e-commerce atau bisnis yang berbasis teknologi digital dengan siapa pun yang menggunakan teknologi digital,” tandas Henri.

Era globalisasi sejak dulu sudah ada, namun masih membutuhkan waktu untuk berhubungan dengan orang lain yang jauh dari negara kita, artinya globalisasi sudah ada sejak lama, bahkan sejak masa adanya VOC sebenarnya sudah ada globalisasi karena ada kekuatan kapitalis dari eropa dan belanda yang masuk ke Indonesia. Namun berbeda dengan globalisasi sekarang, karena globalisasi zaman dahulu lebih ke arah fisik sifatnya. Sedangkan sekarang sifatnya di luar fisik, secara teknologi juga global, apa pun yang kita buat sekarang dalam konteks komunikasi ataupun ekonomi digital itu semua bisa mengglobal dengan sangat cepat, karena tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu.

“Oleh karena itu bagaimana kita memanfaatkan ini, yang jelas dengan teknologi yang menghubungkan secara teknis dengan pengguna internet di seluruh dunia dapat menciptakan kondisi abundance atau era yang penuh dengan informasi dan pengetahuan yang berlimpah ruah bisa kita ambil dari penjuru dunia. Era ini harus kita manfaatkan dengan kecakapan dan kemampuan kita dalam menggunakan teknologi. Tetapi ada satu hal yang perlu diketahui dengan semua orang yang bisa mengakses internet yang terkoneksi dengan siapa pun bisa berpotensi untuk menjadi komunikator, atau content creator, pengamat, komentator, wartawan, bahkan bisa jadi provokator,” kata Henri.

Potensi yang dimiliki oleh pengguna internet ini atau yang disebut netizen sangatlah luar biasa besar bahkan bisa disebut the power of netizen over the powe of state. Telah kita ketahui bahwa media sosial telah menjadi ajang aktivitas digital yang produktif, seperti keperluan pendidikan atau e-commerce atau berbagai lini lainnya, tetapi sayang nya ada juga yang mempergunakannya untuk hal-hal yang negatif seperti perang komunikasi politik. Bahkan riset dari Oxford menemukan fenomena disinformasi secara global di berbagai negara oleh ulah tangan para buzzer atau cybertroop dan berbagai macam influencer lainnya.

Pada materi yang terakhir disampaikan oleh Muhammad Anwar membeberkan, di antaranya ancaman globalisasi dan masa depan demokrasi di Indonesia, terkait globalisasi ada empat aspek yang telah dibuat oleh IMF tahun 2000 yaitu, perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, pembebasan ilmu pengetahuan.

“Terkait aspek aspek globalisasi, bahwasanya globalisasi ini telah terjadi lebih dahulu, istilah ini lebih populer pada tahun 2000-an karena batasan antarnegara dan juga batasan demografis yang sudah tidak terpengaruh, dengan adanya teknologi, sehingga globalisasi ini membuat hubungan satu dengan lainnya baik negara maupun masyarakat bisa mengakses informasi di negara lainnya dan juga bisa bekerja sama dari empat aspek ini hampir seluruh dunia menerapkan empat aspek ini, kecuali beberapa negara yang membatasi dan memiliki kebijakan negara nya yang menutup akses dengan negara lain seperti negara korea utara,” tutur Anwar.

Globalisasi ini memiliki dampak terhadap demokrasi bisa berupa peluang atau bahkan bisa menjadi ancaman, untuk mengukur hal tersebut apakah termasuk peluang atau ancaman bisa melalui dua prinsip yang bisa diterapkan: yang pertama adalah prinsip otonomi yang mengandung pengertian kemampuan manusia untuk melakukan pertimbangan secara sadar diri, melakukan perenungan diri, dan melakukan penentuan diri. Otonomi mencakup kemampuan untuk berunding, mempertimbangkan, memilih, dan melakukan (atau mungkin tidak melakukan) tindakan yang berbeda baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan publik dengan memahami kebaikan demokrasi atau kebaikan umum.

“Prinsip otonomi ini mengandung dua gagasan pokok. Pertama, rakyat seharusnya memegang peranan penentuan diri. Kedua, pemerintahan demokratis harus menjadi pemerintahan yang terbatas, yaitu pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan yang dibatasi secara resmi. Yang kedua adalah prinsip kesetaraan merujuk pada konsepsi politik bahwa individu harus mempunyai kesamaan politik yang setara agar proses politik berjalan demokratis,” ungkap Anwar.

Jika kesetaraan semakin lebar, maka proses demokratis juga akan semakin berkurang. Ketidaksetaraan yang bersumber dalam kapitalisme pasar menghasilkan ketidaksetaraan yang serius dalam politik di antara warga negara. Dua prinsip ini berdampak pada masyarakat yang dijadikan objek, bahwa masyarakat memiliki hak untuk bisa bebas namun terhalang dengan kebebasan yang dimiliki oleh individu-individu dalam suatu negara. (*/rel/dade)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *