Ketua Ketua FKMKDPH Rifai SH bersama dua pengacara yang merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh penyidik Kejagung.

DIPERLAKUKAN SEWENANG-WENANG, FKMKDPH MINTA PERLINDUNGAN KE PRESIDEN JOKOWI

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Merasa diperlakukan tidak profesional oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), Forum Komunikasi Menolak Kezaliman Dalam Penegakan Hukum (FKMKDPH) memohon perlindungan hukum kepada Presiden dan Jaksa Agung. Sebab, terjadi ‘abuse of power’ dalam pemeriksaan saksi yang tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Bahkan pengacara yang mendampingi tujuh tersangka dengan sangkaan menghalangi penyidik ikut diperlakukan secara sewenang-wenang oleh penyidik Kejagung. “Awalnya dipanggil sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi yang diduga terjadi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” kata Ketua FKMKDPH Rifai SH di Polda Metro Jaya, Kamis (25/11/2021).

Anehnya surat panggilan dari Direktur Penyidikan Kejaksaaan Agung, Jampidsus tanpa mencantumkan pasal tipikor yang diduga terjadi sehingga harus diperiksa. “Kita bingung, dipanggil sebagai saksi, tapi siapa terlapornya dan pasal berapa yang dituduhkan tidak ada,” tambah Rifai.

Dijelaskan, ketujuh saksi yang jadi tersangka menghalangi penyidikan dipaksa memberikan keterangannya. Namun para saksi menolak, mereka baru bersedia diperiksa jika penyidik menyebut nama terlapor dan pasal yang disangkakan.

Karena menolak memberikan keterangan di BAP akhirnya ketujuh saksi itu langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menghalangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan atau Pasal 22.

Semenatara pengacara Didit Wijayanto dan Ristan Simbolon yang mendampingi terhadap tujuh orang saksi yang menjadi tersangka kasus menghalangi penyidik juga dipanggil penyidik Kejagung. Penyidik dalam Surat Panggilan Saksi Nomor:SPS-1827/F.2/Fd.2/07/2021 untuk didengar dan pemeriksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI. “Dalam surat panggilan saksi tersebut tidak dijelaskan pasal-pasal tipikor yang diduga dilakukan. Namun, dampaknya menurut penyidik melanggar Pasal 21 dan Pasal 22,” ujar Didit.

Sebelumnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi terkait perkara dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019.

Dalam perkara ini, kejaksaan telah menetapkan tujuh tersangka atas dugaan menghalangi penyidikan atau memberikan keterangan yang tidak benar. Ketujuh tersangka yaitu IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI tahun 2016-2018, NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI tahun 2017-2018, dan EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) tahun 2019-2020.

Kemudian, CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta, AA selaku deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016-2018, ML selaku mantan kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan RAR selaku pegawai Manager Risiko PT BUS Indonesia.

Pada 30 Juni 2021, Leonard mengatakan, penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada perusahaan tersebut diduga dilakukan LPEI tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik. Hal itu berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non-performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. (*/omi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *