Oleh: Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwilaksana MSi
MELIHAT, membaca, memahami, menelusuri hingga menikmati karya sang maestro S Sudjojono kita diajak menyelami ikut merasakan apa yang ingin ditunjukkan dari karyanya. Karya-karyanya penuh dengan kekuatan ide, imajinasi, teknik hingga pengekspresiannya. Menampakkan dalam bentuk gerak warna dan tata ruang karya seringkali sudah tertoreh dengan sendirinya menjadi refleksi atas karakternya.
Karya-karya S Sudjojono seperti di ‘Depan Kelambu Terbuka’, ‘Cap Go Meh’, ‘Seko’, ‘Kawan-Kawan Revolusi’, ‘Penyerangan Sultan Agung ke Batavia’, ‘Pengungsi’, ‘Pak Karso’ dan lain-lain penuh dengan pemcarian. Pesan moral maupun nilai-nilai bagi kemanusiaan bermunculan entah dalam kesadaran maupun alam bawah sadarnya semua terekspresikan dalam garis, bentuk maupun warna yang sarat makna. Kedalamannya dapat ditelusuri, digali bahkan dinikmati para pecinta seni ataupun orang-orang awam tentang seni pun dapat terbawa ke dalam karya melihat dan merasakan apa yang ada dalam cipta, rasa dan karsa dalam karya S Sudjojono.
S Sudjono dalam hiruk-pikuk pencarian atas identitas dan karakter seni rupa Indonesia yang terus-menerus dan tiada lelah-lelahnya hingga akhir hayatnya. Keberanian dan kemampuan menghayati, menjabarkan, mengekspresikan hingga menguatkan dalam karyanya begitu besar dan menjadi suatu tonggak sejarah seni rupa Indonesia.
Dalam hidup dan kehidupan berkesenian seorang Sudjojono mengalami berbagai tekanan, terpaan dari politik hingga ekonomi. Ketekunan, kesetiaan dalam pencariannya tak pernah hilang, komitmen, konsistensi, kecintaan, kebanggaan akan seni bukan main-main. S Sudjojono bisa dibilang berani ‘nggetih’ dan berani memilih hidup sebagai seniman.
Selain itu kebesaran S Sudjojono juga dibangun dari mengajar. Walaupun ada unsur ekonomis namun transformasi akan nilai dan kepedulian akan penanaman nilai-nilai jiwa nampak kepada generasi muda ini yang patut dihargai. Anak didik Sudjojono memiliki karakter kuat bahkan mampu menemukan gaya sendiri yang berbeda bahkan bertentangan dengan gurunya. Katakan saja Zaini, Trubus Sudarsono, Nashar mereka selain melukis juga berani ‘nggetih’ mengikuti jejak pencarian jati diri dalam seni seperti apa yang diajarkan sang guru.
Karya-karya S Sudjojono tak jarang juga menuai kritik atas tema-tema yang dilukisnya dari kisah spirit perjuangan menjadi bunga atau situasi dan kondisi lingkungan yang terasa aman, damai, teduh. Namun sebenarnya semua itu menunjukkan betapa Sudjojono mencintai negeri dan bangsa ini.
Hingga saat ini belum ada yang mengkaji atau mendalami makna jiwa ketok khususnya pada lukisan-lukisan Sudjojono yang bertemakan perjuangan namun dengan judul ‘Alangkah Indah Tanah Airku “. Sudjojono senantiasa mengatakan tanah airnya indah. Makna indah di sini sangat dalam bukan sekadar kaya. Keindahan ini tatkala dikemas, dimaknai dan dimarketingkan akan mendatangkan energi baru bagi hidup dan kehidupan. Menuai keindahan tidak akan ada habisnya. Cinta akan tanah air ini wujud patriotismenya dalam karya-karya yang tidak dibuat-buat, apa adanya, ada pesan pandanglah, hayatilah, nikmatilah beta indah tanah air ini.
Kekuatan pesan moral atas karya Sudjojono mengalir begitu saja dalam kejujurannya. Dia memang bukan malaikat yang semua serba suci apa yang dijalaninya ia pun manusia biasa, namun cipta, rasa, karsa dan karyanya luar biasa yang menjadi tonggak atas pengejawantahan seni bagi bangsa yang merdeka.
Hiruk-pikuknya dalam mencari hakikat seni baru bagi Indonesia tidak sia sia, walaupun belum semua tercapai dan harus kita teruskan hingga ke masa-masa depan agar bangsa ini tetap berdaulat, berdaya tahan, berdaya saing bahkan berdaya tangkal atas gerusan budaya asing. Bangsa ini bukan bangsa ekor, tetapi bangsa yang menginspirasi bagi dunia terutama bagi pembangunan peradaban dan untuk semakin manusiawinya manusia. (Penulis adalah Dirkamsel Korlantas Polri)