Gara-gara Corona Negara Merintih Kita Pun Sakit

Posted on

 

Oleh: Dadang Handayani,SH.MH

Ada banyak spekulasi terkait meluasnya wabah covid-19 datang ke Indonesia, begitupun
simpang siurnya data yang diperoleh secara nasional dengan data yang diperoleh dari bawah
yang disampaikan oleh masing-masing Kepala Daerah.
Belum lagi informasi yang diperoleh
melalui Whatsapp Grup (WAG) yang seolah-olah menunjukan informasi ter-up to date, yang
seakan informasi itu valid.

Semakin membuat kita selalu dihantui kecemasan teramat sangat karena dalam pikiran kita virus itu sudah dekat dan akan menimpa kita.

ORGANISASI Kesehatan Dunia atau yang lebih kita kenal World Health Organization(WHO) merupakan salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator umumi internasionalyang bermarkas di Jenewa, Swiss memiliki tanggungjawab untuk memberikan arah dan kebijakan dalam penanganan kesehatan masyarakat dunia.

Tugas WHO adalah membantu melakukan pembatasan terhadap penyakit menular, memberikan bantuan kesehatan kepada negara-negara yang membutuhkan serta mendorong penelitian-penelitian

dalam bidang kesehatan.
Mewabahnya covid-19 atau yang lebih populis dikenal dengan virus corona di belahan jagat
dunia, salah satunya atas pernyataan WHO yang menyatakan sedikitnya lebih 200 negara sudah dinyatakan terpapar secara pandemi akibat virus tersebut. Himbauan itut sajas alarm yang disampaikan WHO setelah wabah asal Wuhan, China tersebut telah menyebar ke beberapa negara. “Ini adalah pandemi pertama yang disebabkan oleh virus coronavirus,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah breffing di jenewea dikutip dari CNBC Indonesia.

Poto Dadang Handayani,SH,MH

Dari data yang diperoleh secara nasional pada tanggal 6 April 2020, Indonesia mengumumkan kasus positif covid-19 ada 2.491 kasus dari 32 Provinsi. Diantara jumlah

tersebut, 209 berakhir dengan kematian dan 192 sembuh. Dari jumlah kasus tersebut DKI
Jakarta yang terbanyak, diikuti oleh Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten.

Tentu saja penanganan  covid-19n bukan hanya menjadi musuh pemerintah saja akan tetapi menjadi musuh kita bersama, ya kita sebagai warga negara Indonesia yang harus memerangi wabah tersebut agar jangan sampai meluas.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, data dari
Badan Intelijen Negara (BIN), penyebaran virus corona di Tanah Air puncaknya pada Juli
2020. Data tersebut disampaikan Doni, dalam rapat kerja dengan Komisi IX melalui
konferensi video, Kamis (2/4/2020). Berdasarkan data BIN, pada Juli 2020 penyebaran
Covid-19 akan mencapai 106.287 kasus. “Puncaknya pada akhir Juni dan akhir Juli,” kata
Doni.
Jika dijadikan pembanding, data BIN nampak terlihat konsisten, dalam data tersebut
dituliskan kasus Covid-19 akan mengalami peningkatan dari akhir Maret sebanyak 1.577
kasus, akhir April sebanyak 27.307 kasus, 95.451 kasus di akhir Mei, dan 105.765 kasus di
akhir Juni. Menurut Doni, terdapat 50 kabupaten atau kota prioritas yang memiliki risiko
tinggi terkait peningkatan penyebaran virus corona dan 49 persen wilayah itu berada di Pulau
Jawa. Kajian BIN tentu saja menjadi penting untuk mengukur dan menentukan langkah-
langkah pencegahan strategis agar penyebaran coronavirus tidak semakin meluas.

Guna menghadapai meluasnya coronavirus Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai
macam peraturan yang seharusnya dipatuhi oleh warga negara. Beberapa kebijakan tentang stay at home, social distancing dan yang teranyar Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah diberlakukan. Coronavirus menjadi musuh bersama,sudah saatnya kita meninggalkan ego sektoral untuk bersama-sama saling menguatkan dan mengingatkan begitu ganasnya penyebaran covid mematikan ini.
Kecemasan akan terjangkit coronavirus menghantui seluruh umat, tak pandang bulu baik si
kaya maupun si miskin merasa cemas jika suatu saat, suatu waktu covid-19 bisa saja menyerang kita, keluarga kita, tetanggga bahkan anak-anak kita.

Penyebaran corona tidak
bisa dianggap enteng apalagi meremehkan. Berbagai himbauan baik oleh pemerintah maupun
oleh alim ulama sepertinya semakin membuat negeri ini terasa lebih mencekam.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa terkait dengan keresahan umat islam yang akan menjalankan ibadah sepertinya membuat kita semakin terebelnggu dengank sehari-hari untuk beribadah di masjid.

Fatwa MUI untuk menjalankan ibadah dirumah menjadikan masjid dan mushala menjadi kosong. Gambaran ini semakin menunjukan bahwa perluasan covid-19 makin hari semakin ditakuti. Dampak kebijakan social distancing,sejumlah masjid tidak lagi mengadakan sholat jumat berjamaah, namun ada juga yang tetap menjalankan ibadah sholat jumat tentu dengan tetap menjaga jarak.

Luar biasa wabah coronavirus yang kita alami bersama ini membuat kita semua menjadi
sakit. Ya sakit psikis dengan melihat berita-berita di televesi yang setiap harinya
memberitakan di setiap daerah meningkatnya orang yang terpapar virus tersebut. Belum lagi
berita-berita liar melalui WAG membuat kita semula sehat menjadi sakit karena pikiran kita
dihantui rasa cemas dan ketakutan yang amat sangat. Belum lagi disekeliling kita pada saat
keluar rumah apabila mendengar sirine ambulance yang dikawal petugas kepolisian semakin
menambah kecemasan sehingga nalar normalnya menjadi terganggu,pemberlakuan PSBB membuat kita tidak lagi bebas bertemu orang, tidak dapat menjalankan rutinitas pekerjaan  sehari-hari. Pemberlakuan bekerja di rumah berimbas kepada
beberapa perusahaan terpaksa merumahkan karyawannya. Baru beberapa hari pandemi
corona melanda, ternyata sudah mampu meluluhlantakan seluruh sektor per-ekonomian
negara yang menjadi sendi dan urat nadi untuk membangun negara dan mensejahterakan
rakyatnya.

 

 

Kita bisa apa? Negara sedang sakit, kita semua ikut sakit. Ya sakit psikis, mental dan semangat kita terganggu karena coronavirus.

Lalu apa yang harus kita kerjakan untuk menangkal dan melawan virus mematikan ini, apakah harus pasrah dan menerima takdir?

Tentu tidak boleh begitu saja kita hanya bisa pasrah karena itu kehendak Tuhan Yang Kuasa.
Jalan satu-satunya adalah ikhtiar, karena sebagai manusia yang berakal kita diwajibkan untuk
ber-ikhtiar.
Caranya bagaimana? Tentu semua berjalan dengan tugas fungsi dan keahlian yang dimiliki
oleh masing-masing orang. Tenaga medis yang menjadi ujung tombak penanganan covid-19
ini harus kita suport sepenuhnya. Begitupun dokter ahli terus mengembangkan bagaimana ini
virus bisa menyebar dan bagaimana cara menghentikannya, begitupun peneliti terus melakukan ikhtiar dengan melakukan kajian tentang penyebaran coronavirus hingga dapat menemukan anti atau obat untuk menyembuhkannya.

Selain itu, peran alim ulama untuk menenangkan umat yang sudah paranoid dengan covid-19
sangat besar karena terkait dengan nilai ke-agaman dalam beribadah. Hadirnya MUI dalam
mersepon berbagai persoalan yang berkembang diharapkan dapat menenangkan keresahan
umat yang mulai goyah bagaimana untuk melakukan ibadah dan sebagainya. Yang lebih
penting pada saat semua sakit, negara hadir untuk memberikan jaminan keamanan, kesehatan
dan kecukupan pangan dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Jika benar negara hadir baik
melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan sakit ini akan terobati.
Kita sepakat mewabahnya coronavirus salah satunya merupakan teguran dari sang Maha Pencipta, bahkan banyak pendapat bahwa ini azab yang Tuhan turunkan, ada juga bahwa ini salah satu tanda-tanda kiamat, allahualambisawab semua bisa ya juga bisa tidak tergantung dari
sudut mana kita melihatnya. Akan tetapi lagi-lagi sebagai manusia yang lemah dihadapan
sang pencipta, kita hanya diwajibkan ber-ikhtiar untuk menjaga, mencari dan menemukan jalan keluar agar seluruh umat, kita semua dapat melewati masa-masa situasi mencekam ini.
Ikhtiar bukan berarti melawan takdir, karena ikhtiar merupakan kewajiban kita semua untuk
dapat berjuang melawan virus mematikan ini. Sebagai orang yang beriman, kita memahami
bahwa tidak ada satu manusia yang dapat menghentikan takdir, jika Allah Swt berkehendak
tidak ada yang sulit baginya untuk menjadikan apa yang ada dimuka bumi ini dilululantakan,
begitupun bagaimana cara kita memohonkan kepada sang pemilik untuk minta perlindungan
dan petunjuk agar pandemi covid-19 berakhir dan para ahli menemukan obat anti virusnya.
Bahwa Tuhan sudah memberikan petunjuk setiap penyakit dipastikan ada obatnya, begitupun
dengan gembok, tidak mungkin gembok dibuat tidak disertai dengan anak kuncinya. Karena
adigium itu maka kita tidak boleh kalah apalagi mengalah dengan covid-19 yang menakutkan
ini. Kita lawan bersama-sam, kita nyatakan perang bersama untuk menghantam virus
tersebut, tentu cara melawannya berbeda dengan peperangan di medan tempur terbuka.
Perang kita adalah untuk mematuhi himbauan pemerintah yang sudah mengatur dan
menerbitkan berbagai aturan untuk melindungi warga negaranya.
Percayakan penanganan coronavirus ini kepada ahlinya, biarkan dokter bekerja, para ahli
medis dan peneliti mencari hingga menemukan penangkalnya. Alim ulama yang menjadi
pegangan umat dalam menjalankan ibadah sudah mengatur dengan mengeluarkan fatwa.
Sebentar lagi kita umat islam akan menghadapi bulan ramadhan, biarkan negara yang akan
mengatur karena kita bernegara. Tidak perlu lagi diperdebatkan pelaksanaan tarawih di
masjid atau di rumah, semua kita kembalikan kepada diri dan lingkungan kita, kalau aman
baiknya berjamaah.
Perang kita adalah melawan diri kita sendiri, perang melawan kekesalan karena covid-19,
perang terhadap pembatasan bekerja, perang terhadap kebijakan yang dirasa belum selaras dengan keinginan kita semua, dan yang paling urgent perang terhadap kebutuhan sehari-hari karena ekonomi kita semua terganggu. Lalu apakah kita harus marah-marah, marah sama
siapa? Marah sama Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota, situasi seperti ini tidak perlu
saling menyalahkan, buang kesombongan dan memohon perlindungan Yang Maha Kuasa. .
Sekarang kita tidak perlu lagi berdebat lockdown, karantina wilayah atau isolasi kampung
yang selama ini menjadi perdebatan antara pemerintah pusat dan daerah. Biarkan semua kita serahkan kepada para pemimpin yang berkuasa. Kita sepakat sebagian APBN maupun APBD dialokasikan untuk penanganan covid-19. Dipangkasnya beberapa anggaran tentu saja diharapkan dapat segera memulihkan ekonomi kita yang terancam terpuruk.
Rakyat perlu makan, dibeberapa daerah sudah ada rakyat yang mulai kelaparan. Tentu saja
dengan hampir semua alokasi anggaran dipusatkan dalam penanganan covid-19, diharapkan
negara benar-benar hadir untuk melindunginya. Jangan sampai dalam situasi segenting ini
masih ada oknum pejabat yang bermain-main dalam anggaran bencana ini. Kita dukung
peran negara melalui kementrian dan pemerintah daerah untuk menjalankan tugas dan
fungsinya dan kita awasi pula jangan sampai anggaran yang begitu besar ada oknum yang
menyalahgunakan.
Kita semua bersatu padu mengikuti keputusan politik negara agar kita semuanya bisa menjadi sebuah kekuatan karena kekuatan ini menjadi pendorong untuk meningkatkan moril bangsa.
Negara kita sedang merintih, kita semua sedang sakit, kewajiban kita bersama bergandengan
tangan melawan coronavirus. Ikuti saran pemerintah, karena kita bukan siapa-siapa dan tidak
bisa apa-apa selain sama-sama berdoa dan mendoakan agar covid-19 berakhir, negara
sembuh dan kita semua dinyatakan sehat, pergilah covid-19 sudah cukup korbanmu,
terimakasih ya rabb engkau telah menegur kami semua…..
DADANG HANDAYANI, SH..,MH
Penulis adalah praktisi hukum
Ketua Umum LBH- Anggrek Bulan Nusantara

Dipostting by asepwe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *