HARIANTERBIT.CO – Sikap Partai Buan Bintang (PBB) yang sementara ini menempatkan diri di tengah, belum mendukung Prabowo-Sandi, atau mendukung Jokowi-Kiai Ma’ruf yang menuai banyak kecaman di medsos adalah sikap yang sejalan dengan ulama yang menyelenggarakan ijtima di Jakarta jelang pencapresan dua minggu lalu.
“Sikap tersebut oleh banyak pihak dikecam seolah PBB tidak manut (patuh) pada ulama. Namun kecaman itu dibantah. “Lha, kami ini partai Islam. Kalau tidak manut sama ulama, manut sama siapa lagi? Masa kami manut sama orang yang teriak-teriak di medsos.” kata Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra kepada media, Sabtu (11/8).
Ijtima ulama, tambah Yusril, memutuskan mendukung Prabowo sebagai capres dan salah satu dari dua ulama, Ustaz Abdul Somad dan Habib Salim Segaf Al-Jufri sebagai cawapres. Tetapi apa yang diputuskan oleh partai-partai koalisi keumatan yang tidak pernah mengajak PBB untuk musyawarah, justru bukan ulama, melainkan Sandiaga Uno, seorang pengusaha.
“Karena yang dipilih bukan ulama, ya PBB tunggu dulu, bagaimana petunjuk ulama yang berijtima di Hotel Peninsula itu. Kan mereka yang memutuskan,” imbuh Yusril.
Ketika sedang menunggu hasil Ijtima Ulama Jilid II, Yusril tidak henti-henti digempur dari kiri-kanan, mengapa ‘netral’ dan tidak segera umumkan mendukung Prabowo-Sandi. “Malah ada yang menuduh saya mengkhianati komando para ulama. Lha, yang berkhianat tidak memilih pendamping Prabowo adalah seorang ulama, siapa? Memang saya?” tanya Yusril.
Dirinya merasa tidak ikut-ikutan dan samasekali tidak pernah diajak bicara oleh partai-partai koalisi keumatan itu.
Sabtu (11/8) sore banyak pihak terperangah, setelah Habib Muhammad Rizieq Syihab dengan tegas meminta segera diadakan Ijtima Ulama Jilid II untuk memutuskan, apakah para ulama dapat menerima keputusan partai-partai koalisi keumatan dan juga keputusan Prabowo Subianto yang memilih seorang pengusaha, Sandiaga Uno menjadi wakilnya, bukan ulama sebagaimana diputuskan okeh Ijtima Ulama Jilid I.
Sementara pada kubu sebelah, Jokowi, yang tidak dikomando ulama mana pun, malah memilih seorang ulama, KH Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia dan rais am PBNU. Terlepas dari kontroversi tentang Kiai Ma’ruf Amin, Yusril balik bertanya.
“Siapa di antara umat Islam Indonesia yang berani mengatakan bahwa Kiai Ma’ruf Amin bukan ulama?” Kalau kita sepakat bahwa Kiai Ma’ruf Amin adalah ulama dan beliau kini menjadi calon presidennya kubu Jokowi, maka bagaimana umat harus bersikap? Ijtima Ulama Jilid I memutuskan mendukung Prabowo sebagai calon presiden dan salah satu dari dua ulama sebagai wakilnya. Tetapi keputusan itu tidak ditaati. Sementara Jokowi yang tidak disuruh oleh ulama mana pun, malah memilih ulama menjadi cawapresnya. Saya berharap Ijtima Ulama Jilid II dapat menjernihkan dan menjawab pertanyaan ini,” kata Yusril.
Yusril menambahkan bahwa Ijtima Ulama Jilid II memang dilematis. Kalau ada ijtihad baru yang membatalkan keputusan semula, yakni memberikan legitimasi kepada Prabowo yang telah memutuskan memilih bukan ulama menjadi cawapresnya, para ulama harus menunjukkan dengan jelas rujukan nash syar’i yang menjadi dasar keputusannya. Salah-salah mengambil keputusan bisa menyebabkan merosotnya wibawa ulama di mata umat.
Sementara belum ada keputusan Ijtima Ulama Jilid II, PBB kini berada di tengah. Ini sesuai dengan tausiyah Habib Muhammad Rizieq Syihab. PBB juga memohon kejelasan keberadaan Ulama Kiai Ma’ruf Amin yang kini sudah resmi menjadi cawapresnya Jokowi dari para ulama peserta Ijtima Ulama Jilid II, karena sejak awal PBB telah mengatakan tidak akan mendukung Jokowi sebagai capres 2019. “Kami, PBB manut kepada para ulama” kata Yusril mengakhiri keterangannya. (**)