HARIANTERBIT.CO – Tim pengacara Dokter Hardi Susanto, Law Office Niru Anita Sinaga, Pandapotan Sinambela, Saminoto, Richard Sitohang dan Tahjul Fikar Mulia mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, terkait isi surat dokter VE sebagai ketua komisi medik RS GK. Laporan tim kuasa hukum Dokter Hardi Susanto tercatat No LP 4113/VIII/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tertanggal 4 Agustus 2018.
“Kita membuat laporan terhadap seorang dokter berinisial VE, yang diduga terkait isi surat keputusan komite medik,” ujar Niru Anita Sagita di Polda Metro Jaya, Sabtu (4/8) malam.
Dalam surat keterangan yang dimaksud ialah kesimpulan VE selaku ketua komite medik, yang menyebut jika pasien S tak terjangkit kanker ganas. Sementara menurut Hardi, S telah terkena kanker ganas sehingga perlu dilakukan operasi pengangkatan dua indung telur, sampai kemoterapi.
“Nah dengan ditemukan isi surat yang diduga dipalsukan ini, membuat suatu hal yang serius. Dan sampai saat ini, ini (surat) menjadi permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien kami dokter Hardi Susanto,” kata Niru.
Sementara kuasa hukum Hardi lainnya, Pandapotan Sinambela, menjelaskan jika kesimpulan komite medik RS GK muncul ketika S melalui pengacaranya mensomasi Hardi. Somasi pada 2015, dilakukan lantaran S menilai ada penanganan medis yang salah oleh dokter tersebut.
“Lalu keluarlah apa yang disimpulkan status atau kondisi penyakit pasien S, kalau di bahasa Indonesia kan tidak ganas. Inilah yang menjadi sumber atau akar permasalahan yang sampai ke masyarakat, yang seolah-olah pasien S ini melakukan tindakan (menyatakan) ‘Kalau tidak ganas kenapa harus dilakukan seperti itu’,” tuturnya.
Karena kesimpulan tersebut dianggap merugikan Hardi, proses hukum pun dilakukan, dengan menyasar VE.
Kuasa hukum menilai ada keterangan VE yang tak tepat sehingga dipidanakan dengan nomor laporan No LP.4113/VIII/2018/PMJ/Dit.Reskrimum, tanggal 4 Agustus 2018, dan dijerat Pasal 263 jo 267 KUHP tentang pemalsuan surat dan keterangan palsu.
Sebab, hasil penelitian laboratorium RS GK menunjukkan jika S terjangkit kanker ganas. Bahkan hal itu diperkuat oleh pemeriksaan dokter rumah sakit di Singapura, saat S melakukan kemoterapi di negara tersebut. Perkara ini juga dinilai pengacara telah selesai, ketika secara etik Hardi dinyatakan tidak bersalah.
“Itu kejadian 2015, sekarang 2018. Kenapa selama ini hubungan baik-baik saja pasien dengan dokter, tiba-tiba kasus ini mencuat? Kemudian juga prosedur telah dilakukan baik di IDI (Ikatan Dokter Indonesia) maupun MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran). Di sana sebenarnya sudah diproses, bahkan hasil dari putusan banding di MKEK itu dokter ini dinyatakan tidak bersalah,” tandas Niru.
Permasalahan muncul, atas isi surat yang di tanda tangani oleh Komite Medik RS GK berinisial VE.
Berdasarkan surat nomor 002/KM/RSGK/VI/2016 Rapat Komite Medik tertanggal 02 Juni 2016 RS Grha Kedoya, perihal pasien S. Dokter Hardi Susanto atas nama Selly (No. Rekam Medis: 9000-12-04-62), kami mencoba memberikan kesimpulan berupa:
- Diagnosis pasien adalah cystadenoma ovarium sinistra;
- Pada pasien dilakukan tindakan kedokteran cystectomy dengan tata cara laparatomy;
- Tindakan kedokteran sebagaimana disebutkan dalam butir (2) di atas, telah mendapat persetujuan pasien yang bersangkutan;
- Tindakan kedokteran di luar yang disebutkan dalam butir (2) di atas, yang dilakukan oleh S. Dokter Hardi Susanto adalah inisiatif yang bersangkutan sendiri berdasarkan keahlian/kompetensi, maupun pertimbangan prognosisnya;
- Secara medis, apakah tindakanan kedokteran sebagian maupun seluruhnya yang dilakukan oleh S. Dokter Hardi Santoso dapat dibenarkan atau tidak, dibutuhkan keterangan saksi ahli yang mempunyai kewenangan di bidangnya, dan/atau keputusan MKDKI.
Atas tindakan yang dilakukan Dokter Hardi Susanto terhadap pasien S, Dokter VE membuat surat yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap pasien S harus dibutuhkan keterangan ahli dan yang mempunyai kewenangan di bidangnya. (**)