HARIANTERBIT.CO— Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang membantah lembaga anti rusuah itu memiliki kepentingan politik dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena menjerat Wali Kota Blitar, Muh Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo sebagai tersangka suap.
“Lembaga anti rasuah tidak pernah memilih sasaran dalam setiap melakukan OTT terhadap pihak-pihak yang diduga menerima suap. KPK enggak milih-milih sasaran, yang utama itu hukum pembuktian yang dikedepankan,” kata Saut, kemarin.
Bila ada yang keberatan terhadap penangkapan dan penetapan tersangka, tidak dapat dilakukan melalui opini di media. Semua yang dilakukan KPK itu akan dibuktikan melalui pengadilan.
“Banyak instrumen, apakah prapradilan, banding, dan lainnya yang diatur. Jadi, debat tentang kerja-kerja KPK itu akan lebih elegan bila dilakukannya di pengadilan,” kata mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Saut mengusulkan kepada jaksa penuntut umum bila menangani pejabat negara dari instansi yang pernah ditangani KPK agar dijadikan pertimbangan memperberatkan. Hal itu perlu dilakukan agar memberikan efek jera.
Soalnya, KPK seolah hanya dianggap angin semilir sepoi yang bikin ngantuk. Bukan malah berubah, lalu negara tetap saja rugi alias negara enggak ada dampaknya.
Seperti diberitakan, Sekjen PDIP, Hasto Kristianto menyebut OTT dilakukan KPK belakangan ini terkesan politis. Hasto menilai OTT KPK politis karena kepala daerah yang ditangkap adalah orang memiliki elektabilitas tinggi.
“Kesan adanya kepentingan politik ini dapat dicermati pada kasus OTT terhadap Wali Kota Blitar dan calon bupati terkuat di Tulungagung,” kata Hasto lewat keterangan tertulis, Minggu (10/6).
Samanhudi dan Syahri telah ditetapkan sebagai tersangka suap proyek pembangunan di lingkungan pemerintahan masing-masing. Syahri diduga menerima suap terkait proyek peningkatan jalan, sementara Samanhudi terkait proyek pembangunan sekolah.
Penetapan tersangka mereka berdua merupakan hasil dari pengungkapan kasus dugaan suap lewat OTT. Dalam operasi senyapitu, tim penindakan KPK turut mengamankan uang Rp2,5 miliar. Samanhudi diduga menerima Rp1,5 miliar terkait proyek pembangunan sekolah di Blitar. Sedangkan Syahri diduga menerima Rp1 miliar.
Pemberian uang kepada Syahri merupakan yang ketiga kalinya. Sebelumnya, calon kepala daerah yang ikut diusung PDIP itu telah menerima uang Rp500 juta pada pemberian pertama dan berikutnya Rp1 miliar.
Dalam kasus yang menjerat mereka, KPK turut menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung, Sutrisno, Agung Prayitno, Bambang Purnomo, dan Susilo Prabowo sebagai tersangka. Mereka langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka semalam. (ART)