HARIANTERBIT.CO – Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Abdul A’la, berharap agar pembahasan RUU Antiterorisme sebagai revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2013 tidak berlarut-larut dan segera disahkan.
Undang-undang itu, kata A’la, saat ini menjadi ke butuhan nasional sebagai payung hukum bagi aparat untuk mencegah maraknya aksi teror yang terus memakan korban.
“Saya dukung usulan Kapolri agar RUU Antiterorisme segera disahkan. Ini penting dan sangat mendesak,” katanya saat dihubungi, Kamis(17/5).
Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep Madura ini menilai, UU lama sudah tak lagi memadai dalam mencegah pergerakan dan aksi terorisme. Sebab, lanjut A‘la, kewenangan aparat sangat terbatas, yaitu sekadar mengawasi dan tak dapat menindak terduga teroris sebelum adanya perbuatan.
Adapun dalam undang-undang yang baru, sambungnya, kewenangan diperluas dimana aparat dapat langsung melakukan pencegahan sebelum teroris beraksi.
Namun begitu, ia juga menggarisbawahi bahwa meskipun pengesahan RUU dirasa sangat dibutuhkan, tetapi produk itu tetap harus melalui proses yang wajar sebagaimana proses kelahiran undang-undang pada umumnya.
“Yaitu wajib memenuhi asas manfaat, keadilan dan kepastian hukum,” tandasnya.
Ia berharap, dengan UU yang baru aparat keamanan dapat lebih progresif dan komprehensif dalam mencegah dan menanggulangi terorisme. Karena menurutnya, sejauh ini polisi bukan tak mendeteksi sel-sel jaringan teroris berikut afiliasi ideologisnya. Hanya saja polisi kurang berdaya karena payung hukum yang ada tidak cukup mengakomudir kewenangan yang dibutuhkan.
A’la tak meragukan Densus 88 memberangus teroris hingga ke akarnya. Apalagi tongkat komando penanganan ini langsung di tangan Kapolri.
“Kami yakin dan percaya Pak Tito bisa ungkap ke akar-akarnya teroris ini,” tandas A’la.
Seperti diberitakan, bergulirnya desakan agar RUU Antiterorisme segera disahkan bermula atas usulan Kapolri Jenderal (Polisi) Tito Karnavian menyusul rangkaian peristiwa bom bunuh di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5). Padahal, RUU yang diajukan pemerintah kepada DPR itu sesungguhnya sudah diajukan pada Februari 2016 lalu tapi tak kunjung rampung.