HARIANTERBIT.CO– Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBI) mengaku kesulitan menjalankan aturan wajib tanam lima persen dari kuota Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan).
Ketua APBI, Piko Nyoto Setiadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (25/4) mengatakan, ada sejumlah masalah pada saat pelaksanaan yang dihadapi anggota APBI dalam memenuhi persyaratan dari Kementan.
” Ya, kami memang telah menghimbau anggota menjalankan wajib tanam tapi dalam pelaksanaannya ada beberapa kendala seperti langkanya bibit, tidak tersedianya lahan sampai kepada skema kemitraan dengan petani,” ungkap Ketua APBI tersebut.
Menurut Piko, pengusaha kesulitan mendapatkan bibit unggul. Selain itu, harga bibit unggul tersebut juga mahal, Rp 60.000,- sampai Rp 70.000 per kilogram (kg). Terlebih bibit bawang putih yang cukup bagus seperti dari Taiwan justru tidak tersedia. Kebanyakan bibit bawang saat ini berasal dari India, Mesir, dan Brazil.
Masalah ketersediaan lahan juga menjadi persoalan. Hal itu karena kegiatan penanaman bawang putih harus dilakukan di atas ketinggian 700 meter hingga 1.200 meter Diatas Permukaan Laut (DPL). Jumlah lahan yang demikian sangat terbatas.
Terkait dengan kemitraan, hal tersebut belum bisa dijalankan dengan petani karena banyak dari mereka yang memilih komoditas lain karena dinilai lebih menguntungkan untuk ditanam. “Kami minta diberikan arahan oleh Kementerian Pertanian,” ujar Piko.
Seperti diketahui, aturan wajib tanam tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017. Para importir diharuskan untuk menanam bawang putih paling lambat pada Juni mendatang.
Namun, karena masih banyaknya persoalan dalam penerapan wajib tanam, importir pun meminta perpanjangan waktu untuk persiapan sampai Desember 2018.
Beberapa dari anggota APBI menilai bahwa peraturan wajib tanam melalui Permentan itu aneh karena pemerintah tak bisa memerintah atau memaksa petani menanam suatu komoditas tanaman tertentu.
Petani mempunyai hak untuk menentukan komoditas apa yang mereka tanam termasuk untuk jenis hortikultura. Tidak ada aturan atau undang-undang yang mengatur tentang hal itu. Dengan kondisi seperti itu, petani mempunyai hak untuk menentukan komoditas yang dia tanam. (ART)