HARIANTERBIT.CO– Ketua DPR RI, Bambang Soesetyo mengatakan, diperlukan berbagai solusi untuk meningkatkan peran perempuan dalam revolusi digital, salah satunya dengan melibatkan kaum hawa ini dalam sektor digital atau digital fluency.
Itu dikatakan politisi senior Partai Golkar ini ketika memberi sambutan pembukaan
Seminar dan Lokakarya Kartini di Era Digital dengan tema Perempuan, Inovasi dan Teknologi’ yang digelar Kesatuan Perempuan Partai Golkar di Gedung Kura-kura Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/4).
Pada kesempatan itu, Bamsoet meminta kaum perempuan terlibat aktif dalam revolusi digital. Soalnya, saat ini peran perempuan dalam revolusi digital masih minim.
Dikatakan Bamseot, hasil penelitian Accenture, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konsultasi manajemen, pelayanan teknologi dan outsourcing menunjukan, jika pemerintah dan dunia usaha mempercepat keterlibatan perempuan dalam sektor digital atau digital fluency, kesetaraan gender di dunia kerja pada negara berkembang akan terwujud di 2040.
Karena itu, Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait harus mengambil inisiatif untuk meningkatkan peran perempuan dalam menghadapi revolusi digital dengan berbagai program dan kegiatan yang dibutuhkan perempuan.
“Dorong perempuan mengikuti pendidikan berbasis IT, termasuk pendidikan vokasi supaya lebih mudah terserap dunia kerja,” ungkap wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Diingatkan, era digital tidak hanya mempengaruhi kehidupan perekonomian semata. Tetapi, juga ikut mempengaruhi kondisi sosial politik di berbagai negara belahan dunia. Karenanya, perempuan Indonesia harus meningkatkan kemampuan diri agar bisa bersaing secara kompetitif.
“Saya yakin, perempuan Indonesia bisa merubah berbagai tantangan yang dihadapi menjadi peluang. Di dunia politik misalnya, digitalisasi bisa digunakan perempuan dalam menjalankan strategi political marketing sehingga dapat menjaring konstituen secara luas.”
Bamsoet meminta wanita Indonesia meneladani perjuangan Raden Ajeng Kartini. Karena, berkat perjuangan beliau, perempuan Indonesia memiliki berbagai privilige, salah satunya di bidang politik.
UU No. 2/2008 Tentang Partai Politik dan UU No. 7/2017 Tentang Pemilihan Umum, mewajibkan quota minimal 30 persen keterwakilan perempuan, baik dalam susunan kepengurusan partai politik maupun dalam daftar calon anggota legislatif.
“Terus terang, saya masih menyimpan keprihatinan yang mendalam karena realitas politik saat ini menunjukan bahwa keterwakilan perempuan di DPR RI belum pernah menembus angka 30 persen.”
Justru di DPR RI periode 2014-2019, kata dia, persentase perempuan di parlemen malah menurun dibanding sebelumnya. “Saya harap, periode 2019-2024 jumlahnya bisa meningkat signifikan,” harap Bamsoet.
Sejak era Reformasi, kata dia, 1999-2004 menempatkan 45 perempuan (9 persen) dari 500 anggota DPR RI. Jumlah itu meningkat menjadi 61 perempuan (11,09 persen) dari 550 anggota DPR RI di 2004-2009.
Sewindu Reformasi, 2009-2014 jumlah perempuan di DPR RI menjadi 101 (18,04 persen) dari 560 anggota DPR RI. Jumlah ini justru menurun 2014-2019 yang hanya menempatkan 97 perempuan (17,32 persen) dari 560 anggota DPR RI.
Saya mengkaji, kata Bamsoet, setidaknya ada tiga kendala yang menjadikan keterwakilan perempuan di parlemen masih rendah. Pertama, partai politik belum sepenuhnya memberikan kesempatan dan peluang yang luas kepada kaum perempuan.
“Kedua, kaum perempuan belum siap berkompetisi secara terbuka dalam dunia politik. Masyarakat belum sepenuhnya berpihak pada peningkatan peran kaum perempuan. Kendala itu harus diselesaikan, agar partispasi perempuan dalam bidang politik bisa meningkat,” demikian Bambang Soesetyo (ART)