HARIANTERBIT.CO– Tampaknya pemerintah tidak punya alasan lagi untuk membantah tentang adanya serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China ke Indonesia seperti yang sering diberitakan awak media selama pemerintahan Joko Widodo.
Soalnya, Ombudsman yang notabene adalah lembaga negara menyebutkan, setiap hari 70 persen penerbangan menuju Bandara Haluelo, Kendari, Sulawesi Tenggara berisi TKA ilegal. Sisanya masuk melalui jalur laut. Mereka masuk menggunakan visa turis alias kunjungan sementara.
Itu membuat risau Ketua DPR RI, Bambang Soesetyo. Karena itu, Bamsoet panggilan akrab politisi senior Partai Golkar itu meminta Ombudsman menjelaskan secara terbuka kepada publik atas temuannya menyangkut masuknya TKA ilegal tersebut.
Jika memang punya data, saya minta Ombudsman membukanya ke publik. Serahkan kepada Komisi IX dan III DPR RI agar alat kelengkapan dewan itu segera memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapat penjelasan dan klarifikasi serta solusi permanen terkait penanganan TKA.
“Saya juga berharap agar kita semua bijak dalam melihat keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia. Data yang diungkap Ombudsman, kalau itu benar memang cukup mengejutkan. Ombudsman harus mampu membuktikan hal tersebut,” kata Bamsoet di Jakarta, Rabu (25/4).
Bamsoet tidak menutup mata masih ditemukannya TKA illegal dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia. Namun, jumlahnya tidak banyak dan sudah ditindak oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi maupun aparat hukum lainnya.
“Keberadaan TKA illegal tak hanya dihadapi Indonesia, negara lain juga menghadapi hal serupa. Kita tidak perlu khawatir karena saya yakin Ditjen Imigrasi sudah bekerja profesional. Aparat dan perangkat hukum kita juga sangat tegas menindaknya.”
Wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah ini tidak sepakat jika keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) No: 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dianggap sebagai biang kerok membanjirnya TKA illegal ke Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, izin kerja bagi TKA dari berbagai negara yang masih berlaku hingga akhir 2017 sekitar 85.974 pekerja. Tahun sebelumnya 80.375 dan 2015 tercatat 77.149 pekerja.
Bagi Bamsoet, keberadaan Perpres No: 20/ 2018 tidak perlu dikhawatirkan maupun dipolitisasi. Sebab, Perpres itu justru memberikan kepastian terhadap perbaikan iklim investasi di Indonesia. Perpres sama sekali tak menghilangkan syarat kualitatif dalam memberikan perijinan terhadap TKA.
“Perpres hanya menyederhanakan birokrasi perizinan agar bisa cepat dan tepat tanpa mengabaikan prinsip penggunaan TKA yang selektif sehingga prosesnya tidak berlarut-larut. Kalau birokrasinya bisa cepat, kenapa harus diperlambat,” demikian Bambang Soesetyo. (ART)