HARIANTERBIT.CO–Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengantisipasi dan mencarikan penanggulangan kenaikan harga minyak dunia.
“Jika kenaikan berlangsung terus dalam jangka panjang tentu saja mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang mematok International Crude Price (ICP) 48 dolar AS perbarel,” kata anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar dalam siaran pers, Kamis (9/11)
Dikatakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, tren penurunan produksi minyak nasional tentu saja situasi ini dapat membebani anggaran negara dan konsumsi publik karena hampir setengah dari konsumsi nasional merupakan impor.
Dikatakan wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur ini, pemerintah serta DPR telah menetapkan postur APBN 2018 berdasarkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi dipatok 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, suku bunga SPN 5,2 persen dan nilai tukar Rp 13.400 per dollar AS, minyak mentah Indonesia 48 dolar AS per barel, lifting minyak 800.000 barel per hari dan gas 1.200.000 barel setara minyak sehari.
Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) VII Fraksi PKS menduga, kenaikan harga minyak terjadi karena faktor geopolitik dan kebijakan negara produsen, diantaranya imbas reformasi hukum yang terjadi di Saudi Arabia.
Selain reformasi di Saudi, juga terjadinya penurunan rig di AS serta kesepakatan negara penghasil minyak (OPEC) memotong produksi. “Atas dasar itu, sudah sepantasnya Indonesia lebih cermat dalam menggunakan alokasi energi nasional.”
Ditengah upaya pemerintah menggenjot infrastruktur dan proyek padat modal, kata Rofi, tentu perlu langkah-langkah dan perhitungan yang cermat dalam mengantisipasi kenaikan minyak dunia tersebut.
Sebenarnya kenaikan minyak dunia, ungkap Rofi sudah dipredksi. “Beberapa tahun terakhir kita merasakan harga minyak dunia yang rendah dibawah 50 dolar AS perbarel.
Namun, pada saat kondisi minyak rendah arah pengembangan energi alternatif belum optimal dikelola sehingga sangat mungkin kenaikan minyak dunia kali ini akan berimbas langsung kepada masyarakat.
“Karena itu, Pertamina sebagai operator yang menjalankan kebijakan Bahan Bakar Minyak satu harga melakukan perhitungan secara seksama,” demikian Rofi Munawar. [ART]