La Ode Budi mendapat dorongan semangat untuk tindak lanjut putusan DKPP-RI, dari keturunan La Ode Asimoe-Yarona Wawoangi Sampolawa dan keluarga Batauga, Siompu, Kadatua dan Batu Atas pada acara halal bihalal di Jakarta, Senin (3/7).

HASIL SIDANG DAN PUTUSAN DKPP: TIGA CACAT PILKADA BUSEL PERLU DITELITI KPU DAN BAWASLU

Posted on

HARIANTERBIT.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP-RI) pada 13 April dan 30 Mei 2017 di Kendari, telah menyidangkan tiga aduan calon bupati dan wakil bupati di Buton Selatan, Sulawesi Tenggara Ir La Ode Budi Utama-Ir La Ode Abdul Manan (BudiMan). Tiga aduan tersebut adalah hak konstitusi BudiMan, penggunaan KTP BudiMan yang diserahkan ke KPU Busel oleh calon independen lain Agus Salim-La Ode Agus (AA) untuk lolos menjadi calon, dan tidak adanya pemeriksaan ijazah SLTP La Ode Arusani sehingga Agusani (Agus Feisal-Arusani) yang seharusnya gugur, bisa lolos jadi calon.

Terhadap hak konstitusi BudiMan, pada persidangan DKPP terbukti bahwa Ketua KPU Busel yang meminta BudiMan pulang dan mengakui menyatakan BudiMan sudah memenuhi syarat. Tapi dua hari kemudian justru menerbitkan putusan yang berbeda, yaitu BudiMan tidak memenuhi syarat (TMS). TMS pada Keputusan KPU Busel No 24 ini terbukti di Sidang DKPP, disebabkan KPU Busel telah salah merujuk, yaitu KPU merujuk pada lampiran dokumen, bukan pada B1.KWK BudiMan.

Syarat minimal adalah 5.834 KTP, keputusan KPU No 24 menyatakan fisik KTP BudiMan 6.250, dan upload/B1.KWK 6.153. Alasan bahwa KPU bisa menginapkan dokumen BudiMan sebelum dihitung, tidak ada rujukannya di PKPU. Tanda terima tidak sesuai PKPU untuk BudiMan, KPU beralasan karena ada ancaman, di persidangan juga diakui oleh Ketua KPU bahwa ancaman itu tidak ada.

Pada 8 Juni 2017, di Jakarta, Sidang Komisioner DKPP-RI telah memutuskan Ketua KPU Busel terbukti melanggar etik. DKPP menyatakan: “Seharusnya teradu 1 (Ketua KPU Busel) pada saat menerima pendaftaran melakukan verifikasi dan memberitahukan kekurangan persyaratan pengadu 1, dengan demikian pengadu 1 tidak kehilangan kesempatan untuk memperbaiki persyaratan yang diajukan. Teradu 1 telah melanggar Pasal 12, huruf b Peraturan Bersama KPU dan seterusnya.”

Terkait aduan penggunaan KTP BudiMan yang ada di KPU Busel telah diberikan ke/dipakai oleh AA untuk lolos sebagai calon, terbukti di persidangan bahwa aduan tersebut oleh Panwas Busel dihentikan bukan karena hasil pemeriksaan, tapi karena KPU Busel tidak bersedia menyerahkan data B1.KWK BudiMan dan AA.

“Pemeriksaan terhadap bukti-bukti tidak bisa kami lakukan karena B1.KWK BudiMan dan B1.KWK AA tidak diberikan oleh KPU Busel. Jadi kami hentikan,” demikian penjelasan Jumadi SPd, ketua Panwas Busel yang langsung dikomentari oleh Hakim Ketua TPF Nur Hidayat Sardini, kenapa tidak minta bantuan KPU, Bawaslu Provinsi atau Pusat, serta DKPP atas hambatan KPU Busel ini, Senin (3/7).

Panwas Busel terbukti tidak melakukan upaya penelitian lain, misalnya memeriksa masyarakat dan memanggil AA untuk dikonfrontir dari mana KTP tersebut bisa ada di tangannya. Padahal Panwas Busel sudah berjanji tertulis kepada masyarakat untuk melaksanakan penelitian atas aduan ini. Artinya, pemeriksaan materil terhadap kebenaran KTP BudiMan di KPU Busel telah digunakan untuk lolosnya calon lain (AA) belum pernah dilakukan oleh penyelenggara pemilu di Busel atau Bawaslu Sulawesi Tenggara.

KPU Busel sendiri menyatakan pada verifikasi faktual mendekati 3.000 KTP atau hampir 50 persen KTP AA telah ditolak masyarakat. Ternyata rata di seluruh Busel, banyak masyarakat yang jadi pemilik KTP BudiMan diverifikasi faktual untuk AA. Masyarakat kemudian membuat perwakilan surat pernyataan (terkumpul 400 surat pernyataan). Bukti data KTP AA per desa di KPU Busel ditemukan di PPS Desa Katampe, dari 79 KTP AA, ternyata 77 KTP milik pendukung BudiMan, AA hanya punya dua KTP.

La Ode Budi mendapat dorongan semangat untuk tindak lanjut putusan DKPP-RI dari keturunan La Ode Asimoe-Yarona Wawoangi Sampolawa dan keluarga Batauga, Siompu, Kadatua dan Batu Atas pada acara halal bihalal yang digelar di Jakarta, Senin (3/7).

Dari 122 KTP AA di PPS Molona, 115 KTP adalah milik BudiMan. AA hanya punya tujuh KTP. Masyarakat tidak pernah bertemu AA atau timnya. “AA sama sekali tidak ada tim di sini, dan AA juga tidak pernah ke sini. Bagaimana bisa, istri, anak, seluruh keluarga besarnya Abdul Manan termasuk mendukung AA, dan keluhan ini rata di seluruh Buton Selatan,” demikian La Ode Hamsale yang pertama kali mengadukan masalah ini ke panwas tingkat Kecamatan Siompu Barat.

Terkait aduan ketiga, yaitu ijazah palsu La Ode Arusani, pada Sidang DKPP, KPU dan Panwas Busel menyatakan bahwa kewajiban memeriksa ijazah pasangan calon hanya pada ijazah calon terakhir, karena ijazah di bawahnya juga pasti benar. “Kami meyakini tidak mungkin seseorang memiliki ijazah SLTA kalau dia tidak memiliki ijazah SLTP yang benar,” demikian Masrizal Masud dan Jumadi, ketua KPU Busel dan ketua Panwas Busel, senada di persidangan DKPP. Pendapat ini jelas bertentangan dengan PKPU No 9/2016 Pasal 101, mensyaratkan semua level ijazah harus valid, salah satu saja tingkatan palsu, maka pasangan tersebut gugur.

Sebenarnya ijazah La Ode Arusani di SMPN Banti-Tembagapura sangat kasat mata mencurigakan. Ijazah tersebut menunjukkan bahwa yang bersangkutan sekolah reguler tiga tahun di SMP Banti-Tembagapura pada usia 27 tahun. Peraturan hanya membenarkan seseorang berusia 16 tahun untuk masuk sekolah reguler SLTP karena tidak boleh lebih tiga tahun putus sekolah setelah tamat SD. Kalau sudah 17 tahun, maka jalur Paket B yang diizinkan. “Nomor ijazahnya juga bukan dari Papua, tapi nomor ijazah NTB, dan SMPN Banti juga baru pertama kali meluluskan (terbitkan ijazah) pada 2006, sedangkan ijazah La Ode Arusani bertahun 2005,” demikian Ridwan Azali, kuasa hukum Faizal-Hasniawati yang mengadukan ini ke Panwas Busel.

Yislam Alwini, ketua Komnas Pilkada Independen yang juga dimintakan saran dari tokoh-tokoh adat dan masyarakat Buton Selatan, berpendapat bahwa putusan DKPP belum akhir dari masalah BudiMan. “Ranah DKPP kan ranah etik penyelenggara, tindak lanjut untuk non-etiknya, tentu oleh KPU dan Bawaslu, Pusat ataupun Daerah, merujuk Pasal 35 Ayat 2 Peraturan DKPP Nomor 2/2012. Masak, mereka tutup mata atas kezaliman ini. Kecurangan ini harus diteliti demi keadilan bagi masyarakat Buton Selatan dan perbaikan penyelenggaraan pilkada ke depan,” demikian Yislam ketika dimintai pendapatnya. (*/dade/rel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *