HARIANTERBIT.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dijadwalkan menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
“Ada ahli agama Islam, ahli bahasa Indonesia, dan dua ahli hukum pidana,” kata Humphrey Djemat, anggota tim kuasa hukum Ahok di Jakarta, Senin (13/2).
Ia mengatakan ahli agama Islam yang dipanggil adalah Muhammad Amin Suma yang melaksanakan tugas menjadi ahli berdasarkan surat tugas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 8 November 2016.
Sementara ahli bahasa Indonesia yang akan didatangkan ke persidangan adalah Mahyuni.
“Dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan,” ucap Humphrey.
Sidang Ahok yang biasanya diselenggarakan pada Selasa pada pekan ini dimajukan menjadi Senin karena berdekatan dengan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017 atau Pilgub DKI pada Rabu (15/2).
“Pekan depan pengamanan akan dikonsentrasikan di TPS, maka sidang kami majukan satu hari menjadi Senin.” Kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarso saat sidang sebelumnya pada Selasa (7/2).
Sidang ke-10 Ahok dimulai pukul 09.00 WIB. Sementara arus lalu lintas di depan Gedung Kementerian Pertanian Jakarta, tepatnya di Jalan R.M. Harsono yang mengarah ke Ragunan sudah ditutup pihak kepolisian baik jalur umum maupun jalur Bus Transjakarta.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.