HARIANTERBIT.CO – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya MEng mengatakan, posisi geografis Indonesia di satu pihak merupakan berkah, dan pada sisi lain Indonesia yang diapit dua benua, dua samudera, dan dilalui ‘ring-of-fire’, serta terletak di atas katulistiwa dan di atas tiga lempeng tekntonik, menjadikan rentan terhadap berbagai bentuk bencana hidrometeorologi dan geologi sebagai dampak dari fenomena cuaca, iklim dan kegempaan.
Tingkat kerentanan di setiap wilayah tidak merata. Ekspose cuaca, iklim dan kegempaan pun memberikan dampak yang berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain.
“Tahun 2016 telah berlalu, banyak rangkaian kejadian dan peristiwa yang menjadi pusat perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia,” kata Andi Eka Sakya, saat acara “Evaluasi Keadaan Cuaca Iklim dan Peristiwa Gempa Bumi 2016 dan Updating Puncak Musim Hujan dan Prediksi Banjir 2017”, di Gedung Serba Guna BMKG, Jl Angkasa 1, Kemayoran, Jakarta, Kamis (5/1).

Seperti masih terekam, di 2016 banyak kejadian bencana hidrometeorologi seperti, banjir bandang di Garut 20 September 2016, banjir di Bandung 24 Oktober 2016, dan banjir di Gorontalo 25 Oktober 2016, serta beberapa kejadian cuaca ekstrem di wilayah Indonesia seperti tanah longsor, hujan lebat disertai angin kencang, dan gelombang tinggi (ekstrem) yang terjadi pada minggu pertama bulan Juni 2016 yang memicu strom tide di pantai barat Sumatera, selatan Jawa hingga Lombok.
“Berdasarkan data BNPB, wilayah Pulau Jawa terutama Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat frekuensi tertinggi kejadian bencana hidrometeorologi. Untuk kondisi cuaca secara umum, curah hujan tertinggi di sepanjang tahun 2016 terjadi di Subulussalam, Aceh (31 Januari 2016) dengan curah hujan 428 mm/hari,” ujar Kepala BMKG.
Sedangkan untuk persentase kenaikan Hari Hujan (HH) di 2016 terhadap normal HH 1981-2010 yaitu, Pulau Jawa mengalami kenaikan jumlah HH hingga 92,6 persen. Daerah yang mengalami jumlah HH lebat di atas 50 mm/hari (HH50) terjadi di Pulau Jawa (66,7 persen), sementara kenaikan jumlah HH sangat lebat (>100 mm/hari) tertinggi terjadi di Kalimantan (59,1 persen).
“Di 2016 pun terjadi beberapa siklon tropis di wilayah perairan sebelah utara dan selatan Indonesia yang membawa efek kejadian siklon tropis, pada Agustus terjadi 187 kali siklon tropis di wilayah perairan sebelah utara Indonesia, sedangkan untuk siklon tropis yang terjadi di sebelah selatan sebanyak 58 kali siklon tropis,” ungkap Andi.
Suhu maksimum tertinggi pada 2016 terjadi di Kota Baru (Kalsel) 15 Mei dengan suhu 38,40 derajat Celcius, dan suhu minimum terendah terjadi di Enarotali Papua (5 Maret 2016) dengan suhu 10,20 derajat Celcius. Dengan melihat tren kenaikan suhu, maka di sepanjang 2016 pun, penyebaran hotspot, berdasarkan data wilayah Kalbar memiliki jumlah hotspot tertinggi (944), Riau (684) dan Papua (569).
“Kondisi variabilitas dan perubahan iklim di 2016, terlihat adanya peningkatan curah hujan di beberapa wilayah yang menjadikan curah hujan tahun 2016, dibandingkan tahun 2015 lebih basah di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini tidak sebasah jika dibandingkan tahun 1998, karena pada 2016 La Nina dalam kategori lemah,” tutur Andi. (*/dade)