HARIANTERBIT.CO – Pendekar sebagai ksatria yang semestinya mengedepankan logika dan hati nuraninya. Hidup dan kehidupanya diabdikan untuk melindungi, melayani dan memberikan pertolongan bagi banyak orang dalam kondisi apapun. Tatkala sang pendekar berkhianat dengan sumpah dan kodratnya maka ia akan menjadi seperti preman.
Kekuatannya, kehebatannya justru menjadi ancaman karena digunakan untuk:
1. Menakut, nakuti,
2. Memaksa,
3. Mengancam,
4. Memeras,
5. Meminta sesuatu secara ilegal,
6. Memaksakan kehendak,
7. Mengeluarkan aturan2 sesukanya untuk ditaati.
Tatkala sang pendekar ngambek atau ketakutan kehilangan hak2 istimewanya maka 7 jurus mabuk itu akan dikeluarkan. Tidak lagi peduli apakah akan merefleksikan ketakutanya dan kehilangan logikanya.
Jurus mabuk bagi pendekar sejati tetap terkontrol oleh rasa dan hati nuraninya walau nampak ngawur. Pendekar yang ngambek ( sebenarnya preman berbaju penjaga) Jurus mabuknya benar-2 ngawur dan menunjukkan kegilaanya. Pendekar2 ngambek ini gila harta, gila wanita dan gila tahta.
Jangan sentuh atau ganggu kegilaanya maka sang pendekar bisa mengeluarkan jurus-2 mabuknya. Ia memang ditakuti karena memang kuat, sakti dan punya banyak pengikut.
Apa yang dia mau harus terwujud, harus ada, bahkan ia tidak malu2 lagi untuk mengatasnamakan, mencatut nama atau apa saja. Yang penting senang, menang gak peduli orang susah karenanya.
Pendekar sejati diunggulkan karena logika, hati nurani, empati, keberanianya untuk berkorban, berjuang bagi orang lain. Pendekar ngambek ini seakan memakai nama pendekar namun perilaku preman.
Tidak boleh dikritik, tidak boleh dirasani, tidak boleh diingatkan, apa yg keluar daripadanya seolah menjadi sabda kebenaran, yg harus diikuti, ditaati. Siapa saja yg berani melawanya, akan dibuli, dihajar, dimatikanya.
Pendekar ngambek ini pendekar grudugan (keroyokan). Tidak berani sendiri, kesaktian, kekuatanya produk karbitan. Yang sesungguhnya sama sekali tidak bernyali kalau sendirian.
Pendekar ngambek walau preman ia tetap terhormat, mendapat tempat istimewa, dianggap sebagai penjaga walau kehilangan logika dan akal sehatnya. Mungkin ia hanya wayang yang dijadikan pendekar oleh sang dalang.
Tatkala dalangnya gemblung maka sang pendekar ngambek makin menjadi jadi untuk menguasai + mendominasi. Penulis Chryshnanda DL. Kabidbin Gakkum Korlantas Polri