” Barangsiapa menyalakan api fitnah, maka dia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya.” (Ali bin Abi Thalib)

HARIANTERBIT.CO – Terungkap sudah siapa yang menabur angin. Buni Yani masuk bui, bukan lantaran orang lain, semua itu karena ulahnya, bukan karena orang lain. Kasus Buni Yani sebagai pelajaran berharga bagi setiap manusia untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dalam segala hal.
Dari keterangan saksi ahli, tulisan Buni Yani ini memenuhi unsur perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, Rabu(23/11) malam mengungkapkan, keterangan yang ditulis Buni Yani dalam unggahan video pidato Basuki Tjahaja Purnama di Facebook menguatkan penetapannya sebagai tersangka.
Berikut bukti yang diperoleh aparat kepolisian:
“Pertama title atasnya ‘Penistaan Terhadap Agama?’ Kemudian kedua “bapak ibu (pemilih muslim)–itu tidak ada kata-kata itu dalam video–kemudian titik titik dibohongi Surat Al Maidah 51 (dan) “masuk neraka (juga bapak ibu)”–dilanjutkan dibodohi”. Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dari video ini”
Awi kembali mengungkapkan, Buni Yani telah memotong video Ahok yang berdurasi 1 jam 40 menit menjadi 30 detik dan diunggah ke laman Facebook. Dari pemeriksaan tim forensik, polisi tidak menemukan adanya perubahan atau penambahan suara dalam video.
“Berdasar analisa tidak ditemukan adanya perubahan atau penambahan suara dari video yang disunting. Video itu utuh, cuma diedit dipotong jadi durasi 30 detik, video asli,” ungkap Awi.
Buni Yani disangkakan melanggar pasal 28 ayat 2 Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang ITE Jo pasal 45 ayat 2 Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda Rp1 Miliar.
Pasal tersebut menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).