HARIANTERBIT.CO – Aksi damai yang berujung ricuh di depan Istana disebabkan oleh provokator yang sudah disetting sedemikian rupa, sehingga aksi damai hanya kamuflase untuk mengelabui peserta aksi dan aparat.
Kemudian muncul pertanyaan siapakah dalang dari keributan itu, tentu ada otak intelektualnya. Pemuda yang beredar fotonya di media sosial hanyalah operator lapangan, dia hanya untuk memulai kericuhan agar memancing seluruh peserta aksi turut membuat keributan dengan aparat.
“Dalam logika aksi tentunya chaos adalah target maksimal agar dapat menarik perhatian media dan masyarakat, sehingga seolah-olah pemerintah antikritik dan kejam, logika ini berbanding terbalik bila melihat judul ‘Aksi Damai’,” kata Ketua Umum Komite Rakyat Nasional (Kornas) Jokowi, Abdul Havid, di Jakarta, Minggu (6/11).
Peserta aksi damai Jumat 4 November lalu, sambung Havid, kita yakin tidak akan ada kericuhan, pasalnya pimpinan-pimpinan aksi adalah ulama-ulama besar. Kasihan mereka para ulama yang tidak tahu-menahu politik harus ditunggangi oleh segelintir orang tertentu yang hanya memuaskan libido politiknya.
Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi menyambangi kediaman Prabowo di Hambalang untuk berdiskusi tentang negara, yang berujung menunggang kuda berwana putih dan hitam.
“Menjadi Menarik simbol tentang menunggangi, mungkin saja aksi kemarin ada yang menunggangi karena merasa tidak mendapatkan tunggangan kuda, akhirnya menunggangi para ulama dan pserta aksi,” ujar Havid.
Ketum Kornas ini menambahkan, apalagi peserta aksi bukan saja alim ulama, melainkan juga ada tokoh-tokoh politik yang menjabat sebagai legislator aktif, sungguh ironis sebagai salah satu pejabat publik justru mereka melakukan tindakan yang tidak terpuji.
“Sebagai organisasi relawan Jokowi pada pilpres yang lalu, tentunya kami masih tegak lurus. Isu kudeta, permasalahan Ahok hanya pintu masuk saja, sesungguhnya si elite politik memiliki target mengudeta pemerintahan yang sah. Oleh karena itu, kami sangat mendukung pemerintahan yang legitimit, dan mendukung proses hukum dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok, biarlah proses hukum berjalan, jangan ada tekanan dan intervensi terhadap kepolisian,” tandas Havid.
Perintah Presiden untuk gelar perkara terbuka adalah langkah yang cukup baik dan maju, sehingga transparansi penyelidikan menjadi terang benderang, ‘benar atau salahnya’ publik dapat menilai dengan sendirinya.
“Maka dari itu, kami mengimbau kepada elite politik yang masih mencitai NKRI jangan lagi menunggangi umat Islam, dengan memanfaatkan momentum penistaan agama, sebagai seorang negarawan sepantasnya turut menjaga persatuan bangsa, apalagi sebagai purnawirawan jenderal, doktrin kalian adalah NKRI harga mati,” pungkas Havid. (dade)