HARIANTERBIT.CO – Pertanian dan pangan merupakan sektor sangat penting bagi sebuah negara. Negara-negara maju saat ini menguasai sektor pertanian dan pangan, sebaliknya 70 persen negara berkembang merupakan importir pangan, termasuk Indonesia.
Walaupun sektor pertanian (pertanian, kehutanan, dan perikanan) di Indonesia menempati urutan kedua sebagai penyumbang PDB terbesar setelah industri pengelohan maupun tertinggi dalam penyediaan lapanganpekerjaan.
“Namun kondisi petani tanaman pangan justru semakin terpuruk,” kata Ketua Dewan Guru Besar Pertanian Prof Suyrom Masidjaya di Restoran Bumbu Desa Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
“Keterpurukan itu ditandai antara lain dengan adanya ketimpangan penguasaan tanah, semakin menurunnya pendapatan maupun nilai tukar petani, maupun rendahnya perluasan lahan pertanian pangan,” sambung Suyron.
Lahan pertanian pangan yang menghidupi 91,9 juta jiwa hanya bertambah 2,96 persen selama seperempat abad terakhir (1986-2012), sedangkan lahan perkebunan yang dimiliki hanya sedikit orang bertambah sebanyak 144 persen. Di samping itu tenaga kerja pertanian didominasi oleh petani yang berumur di atas 45 tahun sebanyak 60,8 persen, sedangkan petani muda berumur di bawah 35 tahun hanya 12,9 persen.
Lebih lanjut, kata Suyrom menjelaskan, mempertahankan pertanian tidak baik dilepaskan dari upaya perlindungan lingkungan hidup, baik yang terkait dengan pengendalian hama dan penyakit maupun penyediaan air pertanian.
“Kini konversi lahan pertanian dan kerusakan sumberdaya alam merupakan persoalan sangat serius yang mengancam penyediaan pangan dan berkelanjutan pertanian Indonesia di masa depan,” ungkap Suyrom.
Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi konversi lahan pertanian di Pulau Jawa menjadi peruntukan lain seluas 0,5 juta herktar. Demikian pula lahan-lahan potensial tanaman pangan di luar Pulau Jawa.
Konversi itu juga disebabkan oleh kerusakan kawasan-kawasan lindung, sehingga menyebabkan banjir dan kekeringan yang sifatnya permanen. Rendahnya nilai indeks tata-kelola hutan-lahan (bad governance) secara nasional juga menjadi faktor yang perlu mendapat perhatian.
“Penyebabnya karena lemahnya peran pemerintah atau pemda dalam menanggulangi masalah kepentingan umum, dalam hal ini kerusakan sumber daya alam dan lingkungan, maupun kepentingan kecil yang secara politik lemah,” tutup Suyron. (dade)