HARIANTERBIT.CO – Wacana kenaikan harga rokok terus bergulir meski menuai pro dan kontra. Menurut pengamat pendidikan, Indra Charismiaji, kalau pemerintah akhirnya memutuskan harga rokok jadi Rp50 ribu per bungkus, maka ini merupakan kebijakan positif, khususnya buat remaja.
“Dengan harga rokok yang tak terjangkau oleh uang saku pelajar maka perokok muda seperti anak-anak SMA jumlahnya akan menurun. Sehingga generasi muda jadi lebih sehat,” kata Indra, Minggu (21/8).
Nanti, ujar Indra, pelan-pelan harga rokok terus dinaikkan dari Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per bungkus. Namun kenaikannya pelan-pelan saja agar naiknya tak diprotes oleh masyarakat.
Meski demikian Indra menolak jika peredaran rokok dilarang dijual di sejumlah minimarket. “Kalau dilarang malah bahaya, nanti akan banyak rokok ilegal di mana-mana,” imbuh Indra,
Menurut Indra, lebih baik rokok tetap dijual di minimarket. Namun harganya tinggi sehingga tak terbeli oleh anak-anak remaja khususnya yang di jenjang SMP maupun SMA. “Di Singapura kalau tak salah harganya sudah mencapai sekitar Rp100 ribu per bungkus,” pungkas Indra.
Didukung DPR
Sementara itu anggota Komisi IX DPR-RI Saleh Partaonan Daulay mengutarakan, wacana kenaikan tarif cukai dan harga rokok kemungkinan akan didukung parlemen karena secara umum anggota DPR tidak keberatan
“Persoalan tembakau dan industri rokok tidak sederhana. Mesti dibicarakan lintas komisi yang ada di DPR. Namun, secara umum saya yakin, kawan-kawan di DPR tidak keberatan,” kata Saleh, Minggu (21/8).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, selain Komisi IX, Komisi IV, Komisi VI, dan Komisi XI akan ikut membicarakan wacana tersebut. Komisi IV berkepentingan dari sisi perlindungan para petani tembakau. Di sisi lain, Komisi VI akan lebih fokus pada isu industri dan perdagangan, sedangkan Komisi XI akan mengawasi kemungkinan kenaikan pendapatan pemerintah dari cukai yang juga tentu ikut dinaikkan.
Menurut Saleh, parlemen akan mendukung wacana kenaikan tarif cukai dan harga rokok bila pemerintah bisa meyakinkan bahwa niat dan tujuan wacana tersebut benar-benar untuk kebaikan bersama. Karena itu, Saleh meminta pemerintah melakukan kajian secara serius dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan tarif cukai dan harga rokok. Jangan sampai kenaikan harga rokok hanya menguntungkan pengusaha.
“Pemerintah harus memikirkan agar para petani tembakau juga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka,” tandas Saleh.
Selain itu, kenaikan tarif cukai dan harga rokok jangan hanya ditujukan untuk meningkatkan penerimaan dari cukai semata. Menurut Saleh, peningkatan penerimaan cukai hanya bersifat temporal dan sektoral.
“Harus dibangun argumen logis bahwa kenaikan itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok bagi kesehatan,” jelas Saleh.
Ditanggapi Sinis
Sedangkan para petani tembakau di Kabupaten Semarang, Jawa tengah menanggapi sinis wacana pemerintah akan menaikkan harga rokok kretek hingga dua kali lipat. Mereka pesimis wacana ini akan berdampak pada harga jual tembakau di tingkat petani.
“Boleh jadi, kami justru gulung tikar,” ungkap Prijo (48), petani tembakau Dusun Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Minggu (21/8).
Prijo menuturkan, para petani tembakau selalu menghadapi persoalan ketidakpastian. Baik ketidakpastian harga jual setelah panen hingga ketidakpastian cuaca seperti sekarang. Saat ini memang sudah masuk musim kemarau, namun hujan masih jamak turun dengan intensitas sedang. Pada kondisi ‘kemarau basah’ seperti ini sangat tidak menguntungkan para petani tembakau di wilayahnya.
Selain banyak tanaman tembakau yang rusak, hasil panen pun tidak bisa dioptimalkan lantaran banyak daun tembakau yang kualitasnya rendah. “Akibatnya harga tembakau ‘terjun bebas’ dan jauh dari harapan kami,” tegas Prijo.
Sehingga, lanjut Prijo, saat mendengar wacana pemerintah soal harga rokok kretek, para petani tembakau di Kecamatan Getasan tetap tak banyak berharap. “Kecuali jika wacana tersebut diikuti kenaikan harga jual tembakau,” tambah Prijo.
Hal ini diamini Kusmin (58), petani tembakau Desa Batur lainnya. Apa pun alasan pemerintah pusat di balik wacana ini, tak akan banyak membantu harga jual tembakau di tingkat petani. Ia juga menyampaikan, saat rokok kretek mahal di pasaran, ini bisa menjadi peluang bagi rokok kretek ilegal (tanpa cukai-red) untuk membanjiri pasaran dengan harga yang lebih terjangkau.
Sebaliknya, rokok tanpa cukai yang jamak diproduksi oleh industri rumahan ini diperkirakan bakal lebih agresif dalam menyerap tembakau petani. Jika ini yang terjadi tak ada garansi harga jual bisa berpihak pada petani tembakau. “Saya kira ini yang luput dari pertimbangan pemerintah, terkait wacana harga rokok,” kata Kusmin.
Kusmin menjelaskan, saat ini harga tembakau basah untuk petikan pertama hanya dihargai Rp2.000 hingga Rp4.000 per kilogram. Guna menghindari kerugian yang lebih besar, petani memilih menjual daun tembakau kering utuh. Mereka juga memilih menghindari menjual tembakau kering rajangan. Karena biaya produksi tembakau rajangan relatif lebih mahal. Sebab dengan harga tembakau rajangan hanya dihargai Rp40 ribu per kilogram, petani masih merugi. (*)