HARIANTERBIT.CO – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris, meminta masyarakat tidak membuat kartu dengan bantuan pihak ketiga.
“Kasus ini bisa terjadi di mana saja. Masyarakat jangan pernah mau mengurus melalui pihak ketiga, terutama bagi peserta mandiri,” tegas Fahmi usai Rapat Koordinasi Penanganan BPJS Palsu di Gedung Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Jakarta, Kamis (28/7).
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Fahmi berkomitmen melakukan sosialisasi yang lebih masif ke daerah-daerah. BPJS Kesehatan pun akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk penyampaian informasi hingga tingkat RW dan RT.
Sosialisasi, kata Fahmi, akan diberikan melalui telegram dari Kemendagri kepada para bupati dan wali kota. “Dari sana akan dilanjutkan ke tingkat RW hingga RT. Setelah itu ada sosialisasi pendukung dari para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos,” ujar Fahmi menambahkan.
Dijelaskan Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa, nantinya ada sekitar 22 ribu pendamping PKH yang siap membantu sosialisai mengenai kartu BPJS Kesehatan di tingkat keluarga.
Khofifah menyatakan, kerja sama dengan BPJS Kesehatan merupakan bentuk efisiensi dari perlindungan program jaminan sosial. “Utamanya memang bagi peserta PKH dan keluarga miskin lainnya. Jangan sampai mereka ingin mendapatkan manfaat program jaminan kesehatan nasional tetapi malah ditipu oknum pembuat BPJS palsu,” ujar Mensos Khofifah.
Tetap Layani Pasien BPJS Palsu
Sementara itu Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Djuwita F Moeloek mengutarakan, penerima kartu BPJS palsu harus tetap diakomodasi oleh rumah sakit. Saat ini pemerintah daerah setempat sedang melakukan pendataan ulang bagi masyarakat penerima kartu BPJS palsu.
“Harus ditolong. Mereka sudah dirugikan oleh oknum. Jadi rumah sakit itu sudah kami minta kepada Kemendagri menjadi badan layanam umum (BLU). Di sana, ada pengelolaan uang yang dilakukan rumah sakit,” ujar Nila di Gedung Kemenko PMK, Kamis (28/7).
Menkes menegaskan, para korban kartu BPJS palsu kini sudah didata ulang oleh pemda setempat. Melalui pendataan dapat diketahui status kepersetaan mereka, apakah termasuk penerima bantuan iuran (PBI) atau peserta mandiri.
Sebelumnya, kasus kartu BPJS palsu terungkap dari laporan warga Padalarang, Kabupaten Bandung Barat yang mengeluhkan kartu BPJS Kesehatannya tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Selanjutnya warga melaporkan kepada polisi hingga akhirnya pelaku pembuat kartu BPJS Kesehatan palsu yang mengatasnamakan Yayasan Rumah Peduli Dhuafa tersebut ditangkap.
Selain di Padalarang, polisi juga berhasil mengungkap kasus peredaran kartu BPJS Kesehatan palsu di Kecamatan Argasari, Kabupaten Bandung, dan mengamankan seorang wanita yang terlibat dalam sosialisasi BPJS palsu.
Berdasarkan pengakuan tersangka, aksi pemalsuannya dilakukan sejak Juli 2015. Tersangka menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pembuatan kartu BPJS seumur hidup dengan hanya membayar Rp100 ribu per kepala keluarga.
Tawaran tersangka itu membuat banyak warga tertarik lalu menyerahkan berbagai persyaratannya seperti foto kopi KTP, Kartu Keluarga (KK), foto peserta dan uang sebesar Rp100 ribu. Namun setelah mendapatkan kartu BPJS Kesehatan yang diterbitkan tersangka, kartu itu tidak berlaku untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit. (*)