HARIANTERBIT.CO – Dalam kesaksian di pengadilan kasus dugaan suap Raperda Reklamasi, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang akrab dipanggil Ahok ini menyinggung dasar hukum izin reklamasi yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995. Ia menyinggung perdebatan dengan Menteri Susi Pudjiastuti soal reklamasi ini.
“Yang berhak menghentikan ini di tangan presiden. Ini enggak ada keppres dikalahkan oleh kepmen (keputusan menteri-red),” kata Ahok dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (25/7).
Ahok dicecar hakim terkait dasar izin reklamasi pulau G yang digarap PT Agung Podomoro Land (APL). Dia mengatakan, dasar perizinannya yakni Keppres No 52 Tahun 1995. Menurut Ahok, karena dasar perizinan adalah keppres maka tidak diperlukan izin dari menteri, karena itu kelanjutan reklamasi sepenuhnya ada di tangan presiden.
“Ini nggak ada keppres kalah oleh kepmen. Ini (pemberhentian reklamasi pulau G) mau dibawa sidang di ratas Presiden,” ucapnya.
“Ini yang berhak mengatakan berhenti itu presiden bukan di tangan menteri yang menganalisa,” sambung Ahok.
Tidak Tolak Tambahan Kontribusi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sangat yakin PT Agung Podomoro Land (APL) tidak menolak penerapan tambahan kontribusi terkait pengembangan pulau reklamasi. Ahok mengaku heran bila eks Presdir PT APL Ariesman Widjaja disebut menyuap karena keberatan dengan tambahan kontribusi sebesar 15 persen.
“Masak cuma nyogok Rp2 miliar, ini logika. Dia juga nggak ada kepentingan, ini saya pikir dalam kasus ini. Kalau sampai (suap) itu terbukti di pengadilan, pengembang menyuap dewan, berarti mereka menusuk saya,” kata Ahok bersaksi untuk eks Presdir PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja dan anak buahnya Trinanda Prihantoro dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakpus, Senin (25/7).
Ahok menyebut dirinya tidak pernah mendengar langsung penolakan tambahan kontribusi bagi pengembang. “Saya bertemu Ariesman (eks presdir PT APL), maupun ketemu bosnya, nggak ada yang keberatan. Malah Podomoro ini yang sudah bayar Pak, sudah bangun pak. Makanya, daya juga kaget gitu, kalau mereka keberatan, harusnya dia tidak mau menyumbangkan,” imbuh Ahok.
Karena itu, Ahok meyakini tidak ada penolakan tambahan kontribusi yang berujung pada penyuapan ke Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda Reklamasi. “Ini nggak bener. Anda berjanji ke saya, ngirim barang, kok Anda menusuk saya diam-diam. Nggak mungkin gunakan uang APBD, reklamasi pulau itu kesempatan DKI dapat bagi untung bangun,” sebut Ahok.
Dalam perkara ini, Ariesman didakwa menyuap Mohamad Sanusi agar membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Jaksa pada KPK menyebut suap total Rp2 miliar diberikan agar Ariesman memiliki legalitas melaksanakan pembangunan di Pulau G Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Suap ini diberikan ke M Sanusi melalui anak buah Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Dalam surat dakwaan dipaparkan, Ariesman terganggu dengan tambahan kontribusi 15 persen ini. Agar tambahan kontribusi 15 persen ini dihilangkan atau ‘dimainkan’ dalam raperda tersebut, dia akhirnya menyuap Sanusi. (*)