HARIANTERBIT.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait dengan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras selama 12 jam.
Pemeriksaan yang dilakukan KPK itu merupakan lanjutan dari laporan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada September 2015 lalu. Ahok mengatakan dirinya merasa lega dipanggil oleh KPK, karena jika tidak dipanggil, ia mengaku permasalahan Sumber Waras ini menjadi liar di luar dan seolah-olah dirinya bersalah.
“Padahal yang ditemukan BPK itu tidak masuk akal. Kamu bandingkan harga yang dibeli Ciputra dengan DKI, Ciputra itu belinya harga pasar, saya pakai NJOP, kalau dibandingkan dengan harga yang saya beli, saya lebih murah. Berarti kamu (BPK) sudah tidak fair,” kata Basuki di Balai Kota, Rabu (13/4).
Kemudian, lanjutnyanya, pemeriksaan di BPK saat itu mempertanyakan soal kerugian, mengapa DKI tidak membeli lahan tersebut dengan harga NJOP di belakang rumah sakit yang merupakan permukiman sehingga nilainya lebih murah.
Ahok mengaku tetap pada argumennya, bahwa lahan yang DKI beli berada di depan jalan raya sehingga NJOP-nya berbeda dengan yang ada di belakangnya. Ditambah lagi, ketentuan NJOP ditetapkan dari pemerintah pusat dan memiliki hitung-hitungan yang pasti dari para staf ahli.
“Lalu BPK suruh saya balikin (uang), karena ditemukan ada kerugian Rp 191 miliar atau batalkan (pembelian). Saya sudah tanya. kalau mau ganti dalam hukum harus serahkan pada jaksa. Jaksa menuntut perdata bukan pidana. Kalau KPK ketemu ini salah, maka mereka serahkan pada jaksa. Jaksa sebagai pengacara negara akan menggugat secara perdata kepada Sumber Waras bahwa dalam dagang ada kerugian ini harus dikembalikan. Nah sekarang masalahnya apa betul kerugian,” ujarnya.
Saat pemeriksaan di BPK beberapa waktu lalu, pihaknya juga dipertanyakan mengapa tidak mencari lokasi lain untuk membeli lahan yang rencananya akan dibangun rumah sakit khusus kanker dan paliative care itu. Ahok justru menantang balik dengan meminta mencarikan lahan di dekat Rumah Sakit Jantung Harapan Kita dan sekitar Rumah Sakit Kanker Dharmais seluas 3-4 hektare dengan harga NJOP yang sama. Jika ada, katanya, maka pihaknya pun tidak segan-segan akan membelinya.
“Jadi BPK ini ngaco. Suruh balikin, terus suruh jual balik. Kalau jual balik harga lama dong, masa Sumber Waras mau beli harga baru. Kalau beli harga lama merugikan negara tidak? Tahun ini kan (NJOP) sudah naik nih. Kalau mau jual NJOP pun sudah naik, pasti saya ditangkap BPK. Kenapa saya tidak jual harga pasar? Kalau saya mau jual harga pasar pun, kalau DPRD tidak mau kasih, bisa tidak jual balik? Tidak bisa juga. Jadi permintaan BPK ini buah simalakama, sekarang BPK lepas tangan. Dia bilang urusan saya sudah selesai sekarang urusannya KPK,” jelasnya.
Kasus pembelian lahan RS Sumber Waras bermula setelah BPK menemukan wanprestasi karena Pemprov DKI dinilai kelebihan bayar sebesar Rp 191 miliar dari pembelian lahan Rp 755 miliar. Hal tersebut pertama kali diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI tahun 2014.
Luas lahan yang dibeli DKI di RS Sumber Waras tersebut adalah 36.410 meter persegi, rencananya di atas lahan tersebut akan dibangun RS khusus kanker.