HARIANTERBIT.CO – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Tito Karnavian ikut menanggapi mengenai kematian terduga teroris Siyono yang ramai dibicarakan pasca dilakukan outopsi karena ditemukan beberapa keganjilan.
Sebagai mantan Kepala Densus, Komjen Tito pun menilai kalau Siyono masuk dalam jaringan teroris. “Dalam catatan Densus, dia (Siyono) terlibat dalam jaringan yang sudah ada,” kata Komjen Tito di Jakarta, Selasa (12/4).
Menurut Tito, ada sekitar 13 orang yang menyebut Siyono termasuk sebagai pemegang senjata.
Sementara itu, saat disingung terkait tewasnya terduga teroris Siyono karena melakukan perlawan saat akan pengembangan, Tito hanya menjawab diplomatis. Karena dalam penanganan teroris Densus 88 memiliki standar operasional prosedur (SOP) saat melakukan penangkapan.
“Secara moril dan strategi, apalagi saya mantan Kadensus berkewajiban untuk menjaga agar setiap kegiatan Densus itu sesuai SOP. Karena negara kita sudah memilih opsi penegakan hukum,” ucap Tito.
Sebelumnya, Hasil otopsi dari tim dokter forensik Muhammadiyah terhadap jenazah terduga teroris Siyono, menemukan hal menarik. Ada dugaan, almarhum Siyono tidak melakukan perlawanan terhadap dua anggota Densus 88 yang menjaganya di mobil.
Dari hasil otopsi ditemukan keganjilan terhadap jenazah Siyono tersebut. Keganjilan itu diantaranya, jenazah Siyono tidak pernah dilakukan otopsi sebelumnya, dan tidak benar kalau kematian Siyono disebabkan karena pendarahan hebat di kepala.
Sedangkan temuan lainnya adalah ternyata penyebab kematian Siyono karena ada tulang di bagian dada yang patah dan menusuk jantung.
Bukan Budaya Islam
Sementara itu terpisah, Kader Nahdlatul Ulama (NU), H. Widodo, minta kasus kematian Siyono tidak dipolitisir, apalagi dengan cara memojokkan Densus 88 secara keseluruhan dengan kepentingan kepentingan sesaat. Karena, itu semua bukan dari bagian budaya islam yang rahmatan lil alamin.
“Radikalisme itu sendiri bukan budaya Islam, Islam merupakan rahmat untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, Islam tidak ada mengajarkan radikaisme atau kekerasan, dan perlu dipahami bahwa jangan menyampaikan suatu kebenaran dengan kekerasan atau kebencian” kata H. Widodo.
Agar tidak berlarut, Ia minta kasus Siyono dijadikan pelajaran bagi siapapun, baik itu Densus 88 maupun lembaga lain. “Ayo kita wujudkan Islam yang berbudi luhur dan rahmatan lil alamin,” pintanya.
“Kedepan, Ayo kita sama-sama mencari akar masalah. Mari kita cari persamaan bukan perbedaan untuk kedamaian bangsa ini,” tutup dia.