HARIANTERBIT.CO – Nama Kemiren sendiri berasal dari nama ‘Kemirian’, karena di desa ini banyak pohon kemiri, duren dan aren. Lalu muncullah nama Kemiren. Dan di zaman modern sekarang ini, agar dapat menambah semangat generasi sekarang, khususnya terhadap pemuda Kemiren, maka Kemiren disebut sebagai kepanjangan ‘Kemronyok Mikul Rencana Nyata’ – yang artinya kira-kira ‘masyarakat yang bergotong royong’. Kepanjangan Kemiren ini dicetuskan oleh ‘Pokdarwis’ atau ‘Kelompok Sadar Wisata Desa Kemiren’.
Saat kami menunjungi kantor Lilik Yuliati di jalan Perkebunan Kalibendo nomor 238, jargon ‘Kemronyok Mikul Rencana Nyata’ itu dipasang di dinding dalam kantornya, dalam bentuk ukiran kayu. Interior kantornya sendiri, sangat sederhana, terkesan dibuat vintage, dengan empat kursi kuno nangkring disitu, dan lemari kuno. “Kursi itu saya beli sendiri,” ujarnya
“Kenapa saya mencalonkan menjadi Kepala Desa, karena saya ingin ikut partisipasi membangun desa Kemiren, secara maksimal. Apalagi waktu saya utarakan kepada suami keinginan tersebut, beliau sangat mendukung sekali. Jadi saya semakin semangat,” kenang Lilik.
Suaminya Lilik seorang TNI masih aktif sampai kini.Setidaknya jiwa leader diperoleh dari suaminya. Bahkan suaminya meyakinkan untuk tak ragu meski harus bertarung melawan pria yang juga mencalonkan sebagai Kepala Desa Kemiren. Lilik juga tak ragu, meski kuliahnya tak sampai ia selesaikan. “Saya confident saja, karena saya ingin turut memberikan sumbangsih kepada desa kelahiran saya, tak lebih dari itu,” tegas Lilik.
BUDAYA ASLI
Menurut Lilik, disamping melestarikan budaya asli, Lilik melihat, pelestarian budaya dan kemudian menjadi materi wisata berpotensi menaikkan taraf perekonomian warga Kemiren. “Dua hal itu saling isi mengisi. Bagus buat pelestarian budaya itu sendiri dan bagus buat ekonomi warga Kemiren,” tegas Lilik.
Tak mengherankan begitu dia terpilih, yang pertama diagendakan adalah meningkatkan aktifitas Karang Taruna desanya untuk memaksimalkan kembali promosi adat istiadat dan budaya desa Kemiren, agar semakin dikenal di luar kota Banyuwangi, bahkan ke luar negeri.
Lilik menegaskan, memompa aktifitas Karang Taruna desa Kemiren tak ada kendala. “Karena tradisi gotong royong kami sangat kuat. Tinggal bagaimana membuat agenda-agenda yang jelas,” jelas ibu dua anak ini.
“Kami menggelar jajanan trasisional, pernik-pernik ritual, seperti barong, souvenir, itu ‘kan bersemangat UKM (Usaha Kelas Menengah) yang baik dampaknya bagi ekonomi warga. Menghidupkan dan melestarikan budaya banyak manfaatnya.
AJARAN NENEK MOYANG
Nenek moyang kita mengajarkan banyak hal dari sana. Tradisi ‘Mepe Kasur’ misalnya intinya karena kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat dengan manusia, dan penting keberadaannya, jadi harus dijaga kebersihannya,” ujar wanita yang hobi olahraga jogging ini.
Kehidupan Lilik sendiri setelah menjadi Kepala Desa, menurutnya tak merubah dirinya lantas menjadi wanita karier yang melupakan keluarga. “Bagaimana pun fitrah saya adalah wanita, seorang istri dan seorang ibu.
Saya harus pintar-pintar membagi waktu untuk keluarga, saya masih memasakkan makanan buat keluarga. Seperti ibu rumah tangga pada umumnya,” tegasnya.
Mayoritas warga desa Kemiren sendiri bermata pencaharian sebagai petani, ini selaras dengan alam desa Kemiren yang agraris. Sumber mata airnya melimpah, dan cuacanya mendukung untuk suburnya berbagai tanaman. Ijo royo-royo. (dann julian)