HARIANTERBIT.CO – KPK di bawah komisioner baru, akan tetap melanjutkan penyelidikan pemberian surat keterangan lunas (SKL) dalam pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Kami akan pelajari dulu, di penyelidikan ada bukti permulaan. Kalau alat buktinya cukup, ya kemungikinan diteruskan akan selalu ada. Kita tidak mungkin bergerak kalau belum ada datanya,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo seusai peresmian gedung KPK di Jalan Kuningan Persada kav 4 Jakarta Selatan, Selasa.
Hari ini Presiden Joko Widodo meresmikan gedung baru KPK dengan 16 lantai tersebut. Dalam peresmian hadir juga Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-3 BJ Habibi serta menteri Kabinet Kerja, pimpinan lembaga penegak hukum dan lembaga tinggi negara lain.
Sebelumnya salah satu komisioner 2015-2019, Saut Situmorang mengatakan kelanjutan pengusutan kasus skandal Bank Century dan BLBI tidak akan efisien dan menyimpang dari sistem dan meminta agar pemberantasan korupsi dimulai dari titik nol.
Sebelum pimpinan KPK 2011-2015 lengser, diketahui sudah ada gelar perkara (ekspose) BLBI dan disimpulkan sudah ada beberapa pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, namun hingga saat ini belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai penetapan tersangka kasus tersebut.
KABINET GOTONG ROYONG
Dalam penyelidikan BLBI, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong ROyong 2001-2004 yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001-2004 Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie.
Lusiana diduga mengelola tanah yang diberikan kepada penyelenggara negara yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan SKL.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres No. 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Laksamana Sukardi.
Dari Rp144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara karena tidak dikembalikan kepada negara, tapi baru 16 orang yang diproses ke pengadilan.
Sedangkan sisanya yaitu para obligor yang tidak mengembalikan dana mendapatkan mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung karena mendapatkan SKL berdasarkan Inpres No. 8 tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan PKPS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.